Berangkatkan Guru Ngaji Tunanetra ke Tanah Suci
terkumpul dari target Rp 150.000.000
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Melihat kondisi perekonomian para pejuang bangsa di bidang pendidikan di beberapa wilayah perkampungan disekitar yang terbelakang, Kami tergerak untuk menggalang dana ini, Dana yang terkumpul nantinya akan digunakan mewujudkan impian bu Nyai Tun untuk pergi ke tanah suci.
Beliau merupakan salah satu pahlawan tanpa tanda jasa yang selalu siap mendidik anak2 bangsa di pelosok negeri secara ikhlas tanpa mendapat gaji sepeserpun.
Ibu Nyai Tun seorang paruh baya berusia 67 tahun. Ibu Nyai Tun tinggal bersama 2 anaknya di pelosok Bojonegoro. Anak pertama beliau baru lulus SMA yang sekarang membantu mengajar ngaji dan merawat ibunya, sementara itu anak kedua masih SD kelas 6. Rencananya setelah lulus sekolah dasar mau melanjutkan pendidikan di pondok pesantren tahfidz, dengan harapan ada salah satu anaknya yang bisa meneruskan perjuangan Bapak Ibu nya yang dengan tulus menjadi pengajar Al Qur’an di desa.
Mereka saat ini menempati sebuah bangunan sederhana yang sudah berdiri sejak tahun 1980-an. Kondisi Ibu Nyai Tun saat ini kehilangan indera penglihatannya, matanya sudah tidak berfungsi lagi sejak 10 tahun lalu. Suaminya sudah meninggal 12 tahun yang lalu, sejak saat itulah Ibu Nyai Tun yang melanjutkan tongkat perjuangan dakwah suaminya. Dulu suaminya adalah seorang kyai desa yang sangat dihormati dan disegani, beliaulah yang membawa perubahan di desa terpencil Bojonegoro ini.
Dulu Ibu Nyai Tun sempat melakukan pengobatan untuk matanya, lalu saat itu dokter menyarankan matanya harus dilakukan operasi. Mengetahui bahwa akan banyak sekali uang yang harus digelontorkan, pengobatan akhirnya dihentikan karena keterbatasan biaya. Ditengah keterbatasan penglihatan dan ekonomi, Ibu Nyai Tun tidak pernah absen untuk melakukan sholat jama’ah 5 waktu di mushola setempat hal ini ia lakukan meski harus berjalan dengan meraba-raba untuk sampai di mushola.
Sebuah mushola kecil, di depan rumahnya itu lah Ibu Nyai Tun mengajari anak-anak membaca Alquran. Dari dulu santrinya semakin meningkat, sekarang sudah sampai 300-an yang ikut mengaji di tempat Ibu Nyai Tun. Di bantu 5 ustadzah lainnya, Ibu Nyai Tun setiap hari mengaji bergantian, karena mushola yang tidak memadai tempatnya. Setiap harinya pembelajaran terbagi menjadi 4 gelombang, pagi setelah subuh untuk santri dewasa, setelah dhuhur dan setelah ashar untuk santri anak-anak, dan yang terakhir setelah maghrib untuk santri dewasa. Semua santri yang belajar ngaji disitu gratis, tidak ada yang membayar.
Kehidupannya sehari-hari Ibu Nyai Tun sekeluarga mendapatkan bantuan sembako dari beberapa tetangga dan wali santri. Beliau seringkali merasa tidak enak, tapi bagaimanapun rezeki yang datang merupakan anugerah dari Allah, karena kadang setiap hari beliau dan anaknya bisa makan hanya sesuap nasi dan garam pun sudah sangat bersyukur sekali.
“Saya berjuang untuk terus menjadi guru ngaji karena saya lihat di daerah yang minoritas, 5 atau 10 tahun kedepan jika tidak ada pengajar Al Qur’an, mereka sama sekali tidak kenal dengan huruf-huruf Al-Qur’an. Jangankan untuk kenal dengan huruf-huruf Al Qur’an.” ungkap Ibu Nyai Tun.
Selama 54 tahun Ibu Nyai Tun berprofesi menjadi pengajar Al Qur’an di madrasah Al Barokah dengan sukarela tanpa menerima seperserpun honor. Selama itu pula Bu Nyai Tun menabung untuk keinginannya pergi berangkat ke tanah suci namun tabungannya selalu terpakai untuk kebutuhan sehari hari bersama dua anaknya yang masih sekolah dan membayar 5 ustadzah lain yang membantunya mengajar ngaji. Baginya, melihat anak didik sudah bisa berprestasi di dibidang agama terkhususnya Al Qur’an sudah menjadi kebahagiaan tersendiri untuknya. Tekadnya ingin mneerdaskan anak negeri sangat luarbiasa semangat, terlihat dari perjuangannya selama ini, keduanya matanya ditakdirkan tidak bisa melihat sama sekali. Namun meskipun begitu hingga kini ia tetap mengajar dan memberikan ilmu terbaiknya untuk anak didiknya selama ini.
Ketika kami tanya terkait impiannya pergi ke tanah suci, belia hanya bilang. "InsyaAllah jika memang sudah dipanggil Allah kesana, pasti akan terlaksana. Tapi jika saya keburu meninggal setidaknya saya sudah niat dan beriktiar untuk pergi ketanah suci. Semoga niat haji saya dicatat oleh Allah SWT", Jawab Bu Nyai Tun
Sahabat, Mari bersama wujudkan impian bu Nyai Tun untuk pergi ke tanah suci dengan cara Klik DONASI SEKARANG.
Berangkatkan Guru Ngaji Tunanetra ke Tanah Suci
terkumpul dari target Rp 150.000.000