Tak ada kami dengar sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya saat menceritakan tentang kisah pedih hidup yang beliau jalani selama 25 tahun ini, semenjak tangki minyak menabrak mobil yang ditumpanginya secara tiba-tiba.
Entah sakit, panas, juga perih seperti apa yang beliau rasakan saat itu karena wajah dan tangannya mengalami luka bakar yang begitu parah.
“Karena kejadian itu fisik saya kurang sempurna seperti sekarang Mas, tapi Alhamdulillah saya masih bersyukur diberikan kesempatan kedua untuk bisa hidup. Meskipun banyak orang yang takut melihat kondisi saya,” -Ungkapnya
Pak Suprianto, sosok tangguh yang kami temui di pinggir jalanan Ibu Kota sembari menawarkan tisu yang beliau selendangkan menggunakan keresek besar yang diikat dengan tali bekas yang dibuat seadanya.
Untuk sampai ke tempat jualannya di lampu merah, Pak Suprianto harus mengayuh sepedahnya sejauh 10 kilometer. Belum apa-apa rasa lelah pasti sudah beliau rasakan duluan, ditambah berjualan tisu dari pukul 8 sampai menjelang maghrib bukanlah hal yang mudah.
“Kadang laku, kadang engga Mas. Seringnya cuman laku 2 sampe 4 tisu aja..”
Lanjutnya.. “Sebenernya saya ingin bisa kerja yang lain supaya punya penghasilan tetap, tapi orang-orang gak ada yang mau nerima, mungkin karena fisik saya yang membuat mereka ragu..” Lirih tangisnya..
Tak sedikit cemoohan yang Pak Suprianto terima akibat kondisinya, bahkan ungkapnya orang-orang seringkali menampakkan wajah seperti takut atau jijik saat pertama melihatnya. Tapi tak pernah terbesit amarah ataupun dendam dalam hatinya, beliau justru membalas mereka dengan senyum ramah juga ikhlas.
Bagi kami, kondisi fisik juga perjuangannya menjual tisu telah menjadi beban berat yang harus beliau hadapi, kini di tambah dengan kondisi tempat tinggal juga asupan gizi yang Pak Supri makan tak memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan tubuh rentannya.
“Kalau selama jualan gak pernah makan Mas, paling bekel air putih aja. Baru bisa makan biasanya kalau udah pulang, itupun tergantung ada yang beli tisu saya atau enggak. Kalau yang belinya banyak uangnya cukup untuk saya beli satu ikan asin sama sambel, kalau yang belinya dikit saya biasa makan sama nasi dan garam, kalau gak ada yang beli saya tahan lapar sampai besok..” -Ungkapnya
Kini pun Pak Suprianto hanya bisa tinggal di sebuah gubuk tak permanen di pinggiran kota, beliau mengaku tak mampu jika harus membayar sewa kontrakan meski hanya ratusan ribu.
#TemanKebaikan seharusnya Pak Suprianto masih harus rutin menjalani pengobatan karena khawatir kondisinya semakin buruk. Namun apa daya, untuk sehari-hari bisa makan saja beliau merasa sangat kesulitan. Maukah kamu bantu memberi secercah harapan bahagia untuk Pak Suprianto dan lansia serupa lainnya bisa tersenyum lebar hari ini?
Nantinya, donasi yang terkumpul akan di gunakan untuk memenuhi kebutuhan Pak Suprianto, juga mendukung pejuang sehat lainnya di Rumah Sehat Lansia.
Mengapa donasi di Sajiwa Foundation?
- Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material
- Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.
- Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.
- Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.
- Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.
Semangat Penjual Tisu
terkumpul dari target Rp 10.000.000