Berbagi Bahagia Dengan Para Difabel Di Bulan Syawal
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Pak Cecep
Pa Cecep adalah penyandang disabilitas yang terlahir dengan kondisi istimewa, kedua tangannya hanya sebatas siku tanpa jari, serta kedua kakinya pun sama hanya setengah kaki setinggi lutut dengan kaki sebelah kanan ada bagian serupa telapak kaki namun tidak sempurna dan kecil, praktis pak Cecep berjalan dengan menggunakan lutut.
Namun pak cecep tidak pernah mau menyerah dengan keadaan, segala keterbatasan yang Dia miliki tidak menjadi alasan ia berpangku tangan mengharap belas kasihan. Tanpa lelah beliau tetap setia setiap hari mendorong gerobak aksesoris jualannya sebagai penyambung hidup keluarganya.
Sandal pa cecep terseok seok terdengar karena memang tidak menempel sempurna di kedua kaki nya yang hanya sebatas lutut itu, setiap hari Beliau harus berjalan berkilo kilo meter hanya untuk menjajakan dagangan nya, tidak jarang kaki beliau terluka karena jalan yang Ia lalui tidak selalu mulus, sebagian ada yang berbatu dan penuh lubang.
Dengan pendapatan rata-rata 30.000 - 40.000 rupiah per hari cecep tidak pernah mengeluh. "Insyaallah kalau di cukup-cukup mah cukup buat makan sehari-hari mah, tapi kalau sedang pandemi dan musim hujan gini mah ya kadang kita mesti sangat berhemat uang segitu harus cukup buat dua tiga hari" ucap pa cecep sambil tersenyum
Dengan segala keterbatasan yang Beliau miliki, Qodarullah atas kehendak Allah beliau pun memiliki seorang putri istimewa Anisa panggilannya, Anisa 9 tahun mengidap Cerebral Palsy sejak usia 1,5 tahun, kedua kakinya kaku dan mengecil, tangannya pun kaku serta kesulitan berbicara, sehingga untuk beraktivitas Anisa praktis selalu memerlukan orang lain.
Selain untuk menafkahi keluarganya pak Cecep juga ingin sekali membawa anaknya berobat lagi, fisioterapi lagi, karena dengan pengobatan itu Anisa menunjukkan banyak kemajuan.
"saya sangat ingin agar Anisa bisa di terapi lagi, minimal Dia bisa beraktifitas sendiri nantinya, makan, mandi, dan ganti baju, kasihan dia kan anak perempuan banyak Aurat dan aktivitas serta kebutuhan nya yang harus tertutup" ucap pak Cecep Lirih sambil berkaca – kaca.
Bu Imas
Terlahir tak memiliki tangan yang sempurna, Mak Imas (50 tahun) terus berjalan menawarkan kerupuk dengan berkeliling kampung. Seharian ia Berjualan namun tak banyak uang yang hasilkan nya, Rata-rata hanya berkisar Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000 saja itupun jika cuaca tidak hujan, jika hujan tak jarang Emak pulang dengan tangan hampa.
"Emak pernah ditipu pembeli dari motor, dia beli pake uang palsu, emak baru tau itu uang palsu pas emak mau beli air minum di warung, sepanjang jalan Emak nangis karena semua keuntungan emak hari itu hilang karena uang palsu itu" Emak Imas mengisahkan salah satu pengalaman pahitnya ketika berjualan.
Bukan tanpa alasan, emak terpaksa menyambung hidup dengan menjadi penjual keliling sepeninggal putranya yang meninggal beberapa tahun lalu, semua Emak lakukan demi menyambung hidup.
Ada satu impian besar Emak dapat memiliki warung kecil-kecilan di rumahnya agar tak usah lagi Ia
berkeliling setiap hari dan menjadi cemoohan anak-anak yang kadang iseng karena melihat kondisi fisik Emak. Apalagi kondisi kesehatan nya sudah semakin menurun seiring usia beliau yang bertambah senja.
Salamah
Meski terlahir tak sempurna, mba salamah tak pernah lelah sedikit pun. Bertahun-tahun ia menjual keripik singkong. Beliau berjalan menggunakan kedua tangannya puluhan kilometer menyusuri perkampungan, Sehari cuma dapat 15-20 ribu, uang itu digunakan untuk makan sehari-hari.
Tetesan keringat dan air matanya menjadi saksi perjuangan mba salamah. Dari pagi sampai malam hari mba salamah menyeret tubuhnya, keliling 20 kilometer untuk menjual keripik singkong dagangannya.
Menyayat hati, tubuh mba salamah sering luka tertusuk batu tajam sebab ia hanya menggunakan sandal ditelapak tangannya. Beliau bercerita, beberapa kali nyawanya sering terancam bahaya karena hampir tertabrak krndaraan.
Tak banyak yang mba salamah dapatkan dari hasil jualan keripik singkongnya berkisar 15-20 ribu. Itu pun jika semua dagangannya habis terjual. Namun adakalanya tak sedikit pun rupiah yang bisa mba salamah bawa ke rumah karena keripik dagangannya tak laku terjual.
Jauh dari lubuk hatinya, ia ingin sekali memiliki usaha di depan rumahnya tanpa harus berkeliling lagi ke setiap perkampungan. Tapi agaknya itu sulit terwujud jika hanya mengandalkan 4 ribu dalam setiap harinya.
Bu Suminah
Tanpa penglihatan, Bu Suminah (55) seorang diri harus mengurus putra dengan gangguan jiwa dan ibunda Jompo tuli.
Tak Terasa air mata ini menetes ketika kami bersilaturahmi ke kediaman Bu Suminah, seorang Janda Buta yang harus berjibaku mengurus dua orang berkebutuhan khusus di tengah deraan kemiskinan dengan kondisi beliaupun yang seorang berkebutuhan khusus.
Kondisi rumah yang jauh dari kata layak dengan perabot yang hanya tersisa beberapa saja karena habis di hancurkan oleh Winarah (31) jika Ia kambuh, putra semata wayang yang telah genap 7 tahun mengalami gangguan jiwa sepulang kerja merantau dari luar pulau.
Untuk makan sehari-hari Bu suminah mengandalkan usaha jualan perabot alakadarnya dengan modal hanya beberapa ratus ribu hasil menyisihkan dari uang bantuan pemerintah untuk Ibunda tercintanya Emak Imar (88) yang kondisinya sekarang sudah jompo, pikun dan juga Tuli.
Tak banyak yang dihasilkan dari berjualan perabot di rumah, rata-rata paling Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000 keuntungan yang Ia peroleh, itupun bisa berhari-hari bu Suminah tidak ada pembeli. Karena memang barang yang Ia jajakan sangat sedikit dan alakadarnya.
Alhasil bu suminah lebih sering menahan lapar, yang penting sang Ibunda dan putra tercintanya dapat makan.
Ditengah kebutaan dan kondisi fisiknya yang semakin ringkih Bu suminah setiap hari harus berjibaku mengurus semuanya seorang diri, hingga Ia lupa memperhatikan dirinya sendiri. tumor yang tumbuh di pipinya perlahan merenggut penglihatan nya.
Entah tahun berapa Ia tidak ingat terakhir kali memeriksakan diri ke dokter, namun yang Ia ingat dulu dokter pernah memperingatkan agar tumornya segera ditangani, kalau tidak akarnya akan merusak saraf penglihatan. Dan ternyata benar saja, kini sudah genap 5 tahun bu Suminah tidak lagi bisa melihat.
Namun demikian ke khawatiran bu Suminah bukanlah dirinya, Ia hanya ingin agar putranya dapat di obati dan kembali sembuh seperti sediakala.
Bu Aisah
Sejak kecil mak Isah (48) telah menderita penyakit Polio, keadaannya itu diperparah dengan kejadian saat ia berusia 8 tahun. Mak Isah mengalami kecelakaan pada saat ia kecil, hal itulah yang menyebabkan mak Isah tak mampu lagi menggunakan kedua kakinya untuk berjalan. Namun ia tak menyerah akan keadaannya itu. Ia berusaha menggunakan kedua tangannya untuk tetap bisa berjalan sendiri tanpa merepotkan orang lain.
Ia juga harus menerima kenyataan pahit bahwa rumah tempat ia tinggal sekaligus warung kecilnya itu harus habis termakan api. Tak ada sisa harta benda yang ia miliki kala itu. Semua cobaan yang menimpa mak Isah tampaknya tak cukup menggoyahkan keyakinan mak Isah akan masa depannya kelak. Ia tetap yakin apa yang hilang akan kembali diberikan dengan jalan apapun jika ia bersabar menjalaninya.
Saat ini mak Isah memulai usaha kecil-kecilan di samping jalan, ia mencoba mengambil peruntungan untuk berjualan rambutan. Ia tau dengan kondisi tubuhnya akan banyak resiko yang harus ia hadapi. Namun keadaan itu tak membuat niatnya surut.
Meskipun hasil dari ia berjualan rambutan hanya sekitar 10 ribu rupiah, ia tetap bersyukur akan hal tersebut. Terkadang ia juga terpaksa harus berkeliling menjajakan jualannya saat ia tak mendapatkan pembeli di jalan. Itulah mengapa kaki mak Isah terkadang bisa terluka bahkan hingga bengkak. Ia hanya bisa berusaha menahan rasa sakit itu agar ia tetap bisa mendapatkan sedikit rupiah.
Mak Isah sesungguhnya ingin bisa kembali membuka warung kecil-kecilan agar setidaknya ia mengurangi resiko saat berjualan. Namun sayangnya ia tak tahu harus mencari modal usaha kemana? Dengan kondisi tubuhnya tentu banyak orang yang sangsi ia akan bisa menjalankan usaha dengan baik. Namun mak Isah tak patah arang, ia tetap yakin akan ada jalan pertolongan dari Sang Maha Kuasa untuk dirinya entah dengan cara apa. Setidaknya ia tau bahwa Tuhan tidak tuli untuk mendengar do’anya.
Insan Baik, Mari buka mata dan hati kita untuk turut membantu meringankan beban para penyandang disabilitas. Berapapun yang kita berikan tentu akan sangat berharga bagi kehidupan mereka.
Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk modal usaha para Penyandang Disabilitas dibawah naungan Amal Baik Insani.
Berbagi Bahagia Dengan Para Difabel Di Bulan Syawal
terkumpul dari target Rp 100.000.000