Dulu, meski tubuhnya penuh benjolan sejak kecil, Pak Osid tetap berjuang mencari nafkah dengan berjualan cakwe di pinggir jalan untuk berobatkan anaknya yang sakit. Setiap hari, beliau harus menahan sakit sekaligus menelan pahitnya tatapan jijik dan cibiran dari orang-orang yang tak mengerti kondisinya.

Namun sekarang, ujian itu bertambah berat. Beberapa waktu lalu, Pak Osid terserang stroke. Tubuhnya melemah dan kini sudah tidak bisa apa-apa lagi. Ia tak lagi bisa berjualan. Semua kebutuhan keluarga kini ditopang oleh sang istri, yang terpaksa mengambil alih peran sebagai tulang punggung, meski tubuhnya sendiri sudah mulai menua dan ringkih.

Sementara anak Pak Osid masih harus terus menahan sakit karena kondisi tulang punggung menonjol dan makin membesar.

“Dulu benjolannya kecil, Ka. Tapi sekarang makin besar. Waktu kecil sempat jatuh pas main, tapi enggak pernah diobatin karena enggak ada uang. Sekarang masih suka sakit, tapi paling dikompres air hangat aja sama Ibu,” ujar sang anak.

Saat kami mengunjungi rumah mereka, air mata rasanya tak bisa ditahan. Rumah itu berdinding triplek bekas yang bolong-bolong, sementara sisi lainnya hanya ditutup plastik dan kain tipis. Setiap kali hujan turun, air masuk dari segala arah, membuat lantai basah dan becek. Bahkan angin kencang bisa membuat dindingnya bergoyang dan roboh.

“Kalau ada hujan angin saya takut… takut rumah roboh. Nanti biaya dari mana benerinnya, untuk sehari-hari aja saya nggak sanggup..” ujar Istri Pak Osid.

Sahabat, kondisi keluarga Pak Osid saat ini benar-benar memprihatinkan. Ia yang dulu berjuang demi keluarga, kini hanya bisa terbaring lemah. Istrinya kini menanggung semua, dari mengurus suami yang sakit, menghidupi anak, hingga memperbaiki rumah kalau bocor.

Yuk, kita bantu ringankan beban hidup mereka. Sedikit bantuan dari kita bisa menjadi cahaya harapan untuk keluarga ini. Jangan biarkan mereka terus berjuang sendirian.