Puluhan penyintas yang kini tinggal di tempat ini bukanlah orang-orang tanpa keluarga. Mereka datang dengan cerita pilu: ada yang diantar lalu tak pernah lagi dijenguk, ada yang dititipkan dengan alasan sementara namun tak kunjung dijemput, bahkan ada yang sejak awal sudah ditolak kehadirannya. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang justru memilih pergi, meninggalkan mereka di tengah rasa sakit dan rapuh yang semakin hari semakin menggerogoti.

Kini, yang tersisa hanyalah sunyi yang menekan dan doa yang terus dipanjatkan. Di balik wajah-wajah renta itu tersimpan kerinduan akan pelukan, sapaan, atau sekadar genggaman tangan dari orang terdekat. Mereka belajar menerima kenyataan pahit bahwa tak semua orang beruntung bisa menua dalam dekapan keluarga. Di tempat ini, mereka bertahan—dengan hati yang remuk, tapi tetap berharap ada yang masih peduli.

Tahun 2019 berdirilah Panti ODGJ Repok, yang awalnya hanya merawat 3 orang ODGJ terlantar. Di baliknya ada sosok Bu Rosini, perawat jiwa sekaligus PNS, yang mendedikasikan hidupnya untuk mereka yang kerap diabaikan. Kini lahan panti seluas 200 meter persegi itu sudah terasa sesak, harus menampung hingga 70 penyintas ODGJ.

Malam hari, sebagian penyintas harus merebahkan tubuhnya di luar ruangan, ada yang di ambang pintu, di anak tangga, bahkan dekat WC. Dingin menusuk sering membuat mereka jatuh sakit. Meski begitu, Bu Rosini tak pernah sanggup menolak mereka, apalagi ketika banyak keluarga justru meninggalkan penyintas di panti tanpa sedikit pun biaya untuk bertahan.

Hidangan sehari-hari mereka sangat sederhana, hanya tahu, tempe, atau sayur ala kadarnya. Hampir semua pasien juga menderita penyakit kulit yang sebenarnya membutuhkan obat rutin. Namun, panti ini tidak memiliki donatur tetap. Selama ini, sebagian besar kebutuhan ditopang dari gaji Bu Rosini sebagai PNS. Tak ada kenyamanan berlebih, bahkan sebagian besar hartanya rela ia korbankan demi menjaga panti ini tetap berdiri.

Di antara banyak kisah di panti, ada Ka Widi yang begitu menginspirasi. Ia pernah mengalami luka mendalam, ditinggal orang tua bercerai, ditinggal suami di hari pertama pernikahan, hingga harus berjuang melawan skizofrenia. Sejak datang ke Panti Repok tahun 2020, hidupnya perlahan berubah. Kini di usia 21 tahun, Ka Widi justru menjadi pengurus yang memasak, mencuci, memandikan pasien, bahkan membersihkan WC, demi merawat mereka yang pernah merasakan penderitaan sama sepertinya.

Namun di balik kisah itu, panti ini sedang berada di titik kritis. Lahan sempit membuat pasien tidur berdesakan, persediaan makanan sering menipis, biaya obat dan perawatan pun semakin tinggi. Tanpa dukungan dari kita, sulit bagi Panti Repok untuk terus bertahan dan memberi harapan.

Ada 70 ODGJ terlantar yang pernah dibuang keluarga dan hidup penuh stigma. Sebagian pernah tidur di jalan, makan dari tong sampah, bahkan mengalami kekerasan.

Di Panti Repok, Bu Rosini berusaha merangkul mereka dengan kasih, meski penuh keterbatasan. Mereka butuh makanan, tempat aman, dan harapan untuk pulih.

Mari Orang Baik, ulurkan tangan untuk 70 ODGJ yang tak berdaya ini.

Halo #TemanKebaikan ! 

Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)

https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news

Mengapa Sajiwa Foundation?

1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material

2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.

3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.

4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.

5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.

 https://sajiwafoundation.org/

Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281

02220504715

Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)

085174166464