“Kalau lihat anak-anak masih kecil, saya cuma mikir: saya harus sembuh… harus kuat buat mereka.”

Begitu lirih suara Pak Narita saat kami temui di kontrakannya yang sederhana. 

Di usia 45 tahun, beliau masih berjuang melawan tumor kepala yang sudah hampir separuh hidupnya menemani. Tumor itu awalnya hanya koreng kecil yang digaruk, namun kini telah berubah menjadi benjolan besar yang menutup sebagian wajahnya. Sejak tahun 2002, Pak Narita sudah menjalani 4 kali operasi. Rumah dan motor satu-satunya telah dijual demi biaya pengobatan, namun penyakitnya belum juga sembuh.

Kini, Pak Narita tinggal di kontrakan seharga Rp500.000 per bulan bersama istri dan tiga anaknya. Sudah empat bulan tunggakan kontrakan belum terbayar. Setelah operasi terakhir yang tidak kunjung membuahkan hasil, beliau bahkan tak sanggup lagi kontrol ke rumah sakit. Setiap kali harus berobat, Pak Narita butuh setidaknya Rp500.000, belum termasuk biaya transportasi. “Pulang dari rumah sakit, saya langsung jualan. Nggak enak sama yang punya kontrakan kalau ditagih-tagih terus,” ujarnya dengan mata menerawang.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Pak Narita berjualan mainan anak-anak dan hewan-hewan lucu seperti ayam dan burung. Ia biasa mangkal di acara hajatan warga dari pagi hingga malam, kadang hanya dua kali dalam seminggu. Di luar itu, beliau berjualan di tempat sepi karena malu dengan kondisi kepalanya. Penghasilan dari jualan pun tak menentu, hanya Rp30.000 hingga Rp100.000 per hari—itu pun belum dipotong modal. Kadang, saat benar-benar tak ada uang, Pak Narita dan keluarganya hanya makan mie instan.

Rasa sakit di kepala kerap datang tiba-tiba. Pak Narita hanya bisa mengoleskan salep dan minum obat nyeri dari apotek. Pernah suatu hari, saat sedang membuka lapak dagangannya, kepalanya tersenggol tiang dan langsung berdarah. “Kepala saya sensitif banget, apalagi kalau kena benturan,” ucapnya. Rasa perih itu kini sudah menjadi bagian dari hari-hari beliau, bersanding dengan rasa cemas dan lelah yang tak kunjung reda.

Harapan Pak Narita sederhana—bisa sembuh dan kembali bekerja tanpa rasa sakit, tanpa rasa malu. “Dokter bilang udah disinar dan nggak bakal tumbuh lagi, tapi nyatanya tumbuh lagi. Saya bingung, kapan saya bisa sembuh?” tanyanya, lirih. Namun demi anak-anaknya yang masih kecil, beliau terus bertahan. Terus bangkit walau nyaris tak ada yang tersisa.

Di tengah rasa putus asa yang kadang datang diam-diam, Pak Narita tetap memilih untuk hidup. Untuk berjuang. Tapi beliau tidak bisa sendirian.

Bantu Pak Narita untuk terus bertahan. Setiap bantuanmu bisa menjadi harapan baru untuknya—agar ia bisa kembali sembuh, dan anak-anaknya tidak kehilangan sosok ayah yang begitu mereka cintai.

Halo #TemanKebaikan ! 

Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)

https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news

Mengapa Sajiwa Foundation?

1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material

2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.

3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.

4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.

5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.

 https://sajiwafoundation.org/

Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281

02220504715

Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)

085174166464