Tak Miliki Tempat Tinggal, Kakek Supir Bajaj Hidup di Jalanan
terkumpul dari target Rp 400.000.000
Ada berapa bajaj yang kamu lihat di pinggir jalanan Ibu Kota saat ini?
Apakah masih banyak? Atau bahkan sudah tak terlihat sama sekali?
Jika masih ada, apakah kamu masih sering menaikinya?
Pertanyaan-pertanyaan itu melintas dalam pikiran kami setelah bertemu seorang kakek yang berdiri tegak di pinggir jalan, tepat di samping bajaj kesayangannya kala itu. Wajahnya yang sudah berkeriput dan penuh rasa kelelahan, sungguh mencerminkan perjalanan hidupnya yang penuh dengan perjuangan.
Ketika kami mendekat kearahnya, sangat terpancar wajah harapnya sembari berkata “Bajaj mas?”. Tak heran jika beliau sangat senang sewaktu kami berkata “Boleh, Kek”, kemudian bergegas beliau menaiki bajajnya yang sudah usang itu dengan penuh semangat.
Sepanjang jalan beliau cerita kami lah orang pertama yang baru menaiki bajajnya hari ini. Saat kami tanya, “Biasanya sehari dapet berapa penumpang emangnya kek?”, lirihnya.. “Biasanya ya satu dua aja mas, itupun banyaknya ibu-ibu yang baru pulang dari pasar. Udah jarang banget se-usia masnya naik bajaj, di jaman sekarang mungkin udah nyamannya pake transportasi online ya mas?”
Penghasilan tak seberapa dari satu atau dua orang penumpang setiap harinya, membuat beliau tak mampu membayar kontrakan juga bahkan ditinggal oleh istri terkasihnya.
Terusir dari kontrakan kecilnya, 1 tahun sudah Kakek Harun (71 Tahun) habiskan masa tuanya dengan tinggal di dalam bajajnya. Bermodalkan sarung serta tumpukan baju sebagai penghangat malamnya. Beliau juga mengaku tak bisa makan jika belum ada penumpang.
Kerasnya hidup di jalanan ditambah kondisi tubuhnya yang sudah sangat renta seringkali dibuat menjadi ‘sasaran empuk’ penjahat jalanan ibu kota. Satu-satunya handphone yang dimiliki Kakek Harun untuk sekedar menanyakan kabar anak-anak kesayangannya saat rindu, diambil oleh pencuri. Pasrah, tak bisa berbuat apa-apa selain menangis ungkapnya.
47 tahun bukan waktu yang sebentar untuk Kakek Harun menjalani profesinya sebagai supir bajaj yang merantau dari Tasik menuju Ibu Kota. Dari awal tubuhnya yang masih kuat juga bajajnya yang masih berfungsi dengan baik, hingga kini tubuhnya yang sudah mulai melemah juga kondisi bajajnya yang sudah banyak yang rusak. Beliau pun cerita,
“Pernah bawa penumpang sampe bajajnya terbalik mas, karena satu ban nya copot dan penyangga rodanya patah. Saya dan penumpangnya luka-luka..”
“Baru ini pernah juga kakek ketiduran waktu ngendarain bajaj karena ngantuk terus kalau penyakit gulanya lagi kambuh. Gak sadar pas merem nabrak truk sampah sampe kakek dibawa ke rumah sakit waktu itu berapa jaitan. Alhamdulillah masih selamat..”
Tak hanya menderita penyakit gula tinggi, Kakek juga menderita penyakit Tumor Limfoma, ungkapnya tahun 2006 adalah terakhir kali beliau menjalani pengobatan setelah 7x operasi. Terhitung, 17 tahun sudah beliau tahan sakit tumor tersebut yang hingga kini sudah menyebar hampir ke seluruh tubuhnya.
Harapan ingin sekali bisa berobat ketika merasakan sakit tak tertahankan, tapi ungkapnya bagaimana lagi? Beliau tak miliki biaya sepeser pun.. Baginya, untuk makan 1 porsi setiap hari saja sudah susah payah.
#TemanKebaikan berikan secercah harapan untuk kesembuhan Kakek Harun juga penghidupan yang lebih layak di masa tuanya yuk!
Mengapa donasi di Sajiwa Foundation?
- Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material
- Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.
- Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.
- Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.
- Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.
Tak Miliki Tempat Tinggal, Kakek Supir Bajaj Hidup di Jalanan
terkumpul dari target Rp 400.000.000