
Wajah Hancur Tak Jadi Penghalang Solihin Tetap Berbakti
terkumpul dari target Rp 70.000.000
Sejak lahir, Ahmad sudah harus menerima kenyataan yang tidak mudah. Wajahnya berbeda dari kebanyakan orang, matanya tak bisa melihat, tangan dan kakinya pun tak sempurna. Namun, di balik tubuhnya yang lemah, tersimpan hati yang luar biasa kuat. “Ini kan pemberian dari Allah, jadi Ahmad terima dan syukuri,” begitu ucapnya setiap kali orang bertanya tentang keadaannya. Kata-kata itu keluar dari seseorang yang bahkan belum pernah mendapatkan pengobatan karena tak punya biaya.
Ahmad kini berusia 32 tahun. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah berumur 70 tahun. Sejak ayahnya meninggal sebulan lalu, rumah kecil mereka terasa semakin sepi. Ibunya, seorang janda lansia, kini harus menanggung segalanya seorang diri. Setiap pagi, sang ibu berangkat ke kebun atau mencari kayu bakar, berharap ada yang mau membayar jasanya 30 atau 35 ribu. Kadang dibayar seminggu kemudian, kadang tidak dibayar sama sekali. Namun, perempuan tua itu tak pernah mengeluh, karena ia tahu, hanya dengan cara itulah ia bisa memberi makan anaknya.
Ahmad sendiri tak bisa ke mana-mana. Jalan yang ia hafal hanya dari rumah ke masjid. Di situlah ia menghabiskan hari-harinya—mengumandangkan azan, memimpin shalawatan, dan membereskan tikar masjid dengan penuh semangat. Di tengah gelapnya penglihatan, masjid menjadi cahaya yang menuntunnya. “Kalau di masjid, hati Ahmad tenang,” katanya lirih. Ia tak punya teman untuk bermain atau sekadar berbincang. Sebagian orang yang baru melihatnya justru menjauh, bahkan takut. Tapi Ahmad tetap sabar, karena baginya, kasih sayang ibunya sudah lebih dari cukup.
Makan bagi Ahmad dan ibunya bukan lagi soal kenyang, tapi sekadar bertahan. Sering kali mereka hanya menggoreng kembali nasi kering dari sisa kemarin. “Kalau lagi gak ada uang, ya nasi itu aja, digoreng biar ada rasanya,” kata ibunya sambil tersenyum tipis menutupi rasa perih. Ahmad pun sering menahan lapar, sampai sakit maghnya kambuh. Obat yang biasa ia minum sudah lama habis, dan tak ada lagi uang untuk membeli.
Meski begitu, Ahmad tak pernah mengeluh. Yang sering ia pikirkan justru ibunya. Ia merasa bersalah karena tak bisa membantu banyak. “Maafin Ahmad, Bu. Kalau Ahmad sehat, Ahmad pasti kerja biar Ibu gak capek,” katanya suatu malam saat ibunya pulang dari kebun dengan tubuh gemetar kelelahan. Kalimat sederhana itu membuat sang ibu menangis. Ia memeluk Ahmad erat, seolah tak ingin melepaskannya.
Teman Kebaikan, Ahmad hidup dengan keterbatasan, tapi kasih dan baktinya pada sang ibu tak pernah berkurang. Ibunya khawatir, siapa yang akan menjaga Ahmad nanti jika ia sudah tiada. Mari bersama-sama bantu Ahmad dan ibunya agar bisa hidup lebih layak, punya makanan yang cukup, dan biaya berobat untuk Ahmad. Karena cinta mereka layak mendapat kesempatan untuk terus bertahan.
Halo #TemanKebaikan !
Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)
https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news
Mengapa Sajiwa Foundation?
1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material
2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.
3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.
4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.
5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.
https://sajiwafoundation.org/
Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281
02220504715
Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)
085174166464

Wajah Hancur Tak Jadi Penghalang Solihin Tetap Berbakti
terkumpul dari target Rp 70.000.000