Rumah Ustadz Panutan Warga Lapuk Parah, Selamatkan
terkumpul dari target Rp 150.000.000
Sejauh apa kamu akan melangkah untuk mewujudkan cita-citamu? Jika hal ini ditanyakan kepada Ustadz Nandang Hidayat, sudah pasti ia akan menjawab, “Sejauh ke negeri jiran Malaysia!”
Sejak kecil, kedua orang tuanya menanamkan ilmu agama. Lalu, tak kurang dari 16 tahun, dai teladan ini sempat mondok di beberapa pesantren. Dari sana, lahirlah sebuah cita-cita mulia, “Saya ingin mendirikan pesantren sendiri.”
Ilmu syariah membawanya berkiprah dalam dakwah. Lambat laun, kepercayaan masyarakat kepadanya semakin besar. Ia selalu menjadi sosok yang paling dicari saat ada urusan terkait agama di lingkungannya, Desa Wargasaluyu, Gununghalu, Kab. Bandung Barat.
“Cari Modal” ke Negeri Jiran
Sepak-terjang Ustadz Nandang mengundang seorang dermawan, yang memercayakan tanah wakaf seluas 1.000 meter persegi, untuk dibangunkan pesantren. Sayangnya, setelah ikhtiar sekian lama, dana pembangunan sarana dan prasarana pesantren tak juga terkumpul.
Di tengah kebingungannya, muncullah tawaran bekerja sebagai asatidz (guru) ke Malaysia. Ustadz sempat gamang, karena ada keberatan dari warga yang tak ingin kehilangan sosok pengayom agama di sana. Namun di sisi lain, cita-cita mendirikan pesantren terus membayangi.
Akhirnya, Ustadz memutuskan berangkat ke negeri jiran untuk “mencari modal” membangun pesantren. Lagi pula, jika kelak pesantren berdiri, akan semakin banyak mencetak da’i-da’i yang umat butuhkan.
Berkiprah di Negeri Orang
Setelah melalui beberapa tes, Ustadz Nandang berhasil menginjakkan kaki di Malaysia. Di sana, di sela-sela mengajar agama, Ustadz menjadi buruh petik jeruk dengan bayaran harian. Dari penghasilan ini, sedikit-sedikit ia menabung.
Selain ilmu agama, Allah juga menganugerahi Ustadz Nandang dengan kemampuan meruqyah dan bekam. Salah seorang ‘pasiennya’ adalah kepala polisi setempat. Qadarullah, sakit menahunnya sembuh setelah diterapi Ustadz Nandang.
Rupanya, diam-diam ada yang membuat pamflet praktik ruqyah dan bekam Ustadz Nandang. Tiba-tiba, jamaah beliau membludak. Bahkan, ketenaran Ustadz sampai ke Brunei, hingga ada panggilan untuk mengobati warga di sana.
Terpaksa Pulang Kampung
Di saat Ustadz Nandang tengah pesimis bisa mengumpulkan dana pembangunan pesantren, datanglah kabar buruk. Rupanya, tawaran bekerja di Malaysia ini ilegal. Ustadz Nandang ditipu.
Akhirnya, Ustadz terpaksa pulang kampung. Sedikit dana yang ia tabung, dibawa pulang. Namun, hal pahit terpaksa ia alami lagi. Dana itu belum cukup untuk menghadirkan sebuah pesantren impiannya.
Sejak kepulangannya dari Malaysia hingga sekarang, Ustadz beraktivitas sebagai pengayom agama di lingkungannya. Utamanya, mengisi taklim di masjid setempat, menjadi imam dan khatib shalat Jumat. Di luar itu, ia menjadi petani sederhana dengan penghasilan seadanya.
Hadiah Rumah, Apresiasi untuk Sang Ustadz
Perjalanan hidup Ustadz Nandang memang penuh liku. Kondisi ekonomi Ayah beranak enam ini pun bisa dibilang—maaf—kekurangan. Hingga kini, Ustadz tinggal bersama keluarganya di sebuah rumah panggung yang lebih mirip gubuk reyot.
Setiap kayu di rumah Ustadz Nandang seolah mengumandangkan kerapuhan mereka. Kalau kaki menginjak lantai bambunya, seluruh rumah mengeluarkan bunyi berkeriut. Siapa pun akan khawatir mendengarnya, takut tiba-tiba rumah ambruk.
Sobat Masjid, mari apresiasi dai teladan yang telah berkiprah dalam dakwah Islam dengan menghadiahkan rumah kokoh. Semoga dari rumah itu, muncul semangat-semangat dan ide-ide segar untuk menguatkan dakwah, sehingga melahirkan banyak manusia beriman.
Rumah Ustadz Panutan Warga Lapuk Parah, Selamatkan
terkumpul dari target Rp 150.000.000