Setiap harinya di terik matahari yang panas, tak menyurutkan semangat Nek Marni, pukulan demi pukulan ia timpakan pada batu. Keringat bercucuran di wajah Nek Marni.

Itulah keseharian Nek Marni, seorang lansia buruh pembelah batu. Pekerjaan berat yang wajarnya tak dilakukan oleh lansia terlebih wanita, tapi apa daya hanya itu pekerjaan yang bisa ia lakukan.

Sudah 15 tahun Nek Marni ditinggalkan oleh anak tunggalnya, jauh sebelum itu suaminya lebih dulu meninggal dunia.

Kini Nek Marni hidup sebatang kara, ia harus menghidupi dirinya dengan bekerja sebagai buruh pembelah batu dengan upah yang tak seberapa, hanya 60ribu/bulan. Jauh dari kata cukup bukan? Ya, uang 60ribu itu harus Nek Marni paksakan agar cukup untuk makan selama satu bulan. Tak jarang Nek Marni hanya makan nasi dan garam. Jangankan lauk telur atau daging, makan sayur saja merupakan hal yang mewah baginya.

Nek Marni juga terpaksa tinggal di gubuk bambu yang bisa dikatakan tak layak huni. Berlantaikan tanah, atap dan beberapa bagian gubuknya bocor, sehingga Nek Marni menutupinya dengan terpal bekas. Tak hanya itu, ia tak memiliki kamar mandi sehingga ia menumpang ke rumah tetangga atau harus jalan jauh untuk ke sungai.

Kehidupan seperti ini tak hanya dirasakan oleh Nek Marni saja, banyak wanita lansia di sana yang terpaksa bekerja menjadi buruh pemecah batu karena desakan ekonomi.

Untuk menambah penghasilan para lansia tersebut juga untuk membantu konsumsi sehari-hari, Cita Sehat berencana untuk memanfaatkan lahan warga untuk dijadikan kebun yang akan ditanami sayur-mayur juga TOGA (tanaman obat keluarga) seperti jahe, kunyit, dll. Nantinya kebun akan berlokasi di Dusun Otak Pancor Utara, Desa Lendang, Kab. Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Kebun tersebut akan di kelola oleh para lansia buruh pemecah batu dan hasil panen akan di jual serta dikonsumsi sendiri untuk sehari-hari

Yuk bantu wujudkan para lansia pemecah batu untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dengan cara klik “Donasi Sekarang”