
Perjuangan Ayah Tunanetra Nafkahi Anak Dan Istrinya
terkumpul dari target Rp 50.000.000
"Sering koran saya jatuh kalau lagi jualan, saya suka bingung... harus meraba-raba di jalan. Kadang nggak langsung ketemu, tapi kalau nggak dicari lagi sayang, itu satu-satunya yang bisa saya jual hari itu," ucap Pak Teguh sambil tersenyum kecil.
Sejak lahir, Pak Teguh (50) hidup dengan keterbatasan penglihatan. Ia mengalami low vision hanya bisa melihat samar dari jarak dekat. Tapi keterbatasan itu tak pernah menghentikan langkahnya. Setiap hari, ia menyusuri jalan kota membawa setumpuk koran dan harapan.
Tak jarang korannya terjatuh. Tak jarang juga uangnya tercecer. Dan di tengah hiruk-pikuk jalanan, Pak Teguh meraba-raba di aspal panas, mencoba menemukan yang hilang—dengan sabar, dengan hati yang tak gentar.
Namun perjuangan Pak Teguh bukan hanya soal mencari nafkah.
Di rumah, sang istri, Lani Mulyani (50), hanya bisa terbaring. Kondisinya semakin memburuk akibat komplikasi dari berbagai penyakit yang diderita: diabetes kronis, gangguan jantung, dan infeksi paru-paru. Semua itu bukan hanya melemahkan fisiknya, tapi juga telah merenggut penglihatannya sepenuhnya. Kini, hampir seluruh aktivitasnya tak bisa dilakukan sendiri.
"Kalau mau gerak dikit aja, harus saya bantu. Kalau nggak, istri cuma bisa rebahan seharian."
Meski dalam keterbatasan. Mereka masih saling menguatkan, saling menemani, dan saling menjaga satu sama lain sebisanya.
Di antara perjuangan itu, hadir anak perempuan mereka, Ginanti (10) buah cinta yang lahir prematur, istimewa sejak hari pertama. Saat Bu Lani mengandung Ginanti, penglihatannya sudah hilang total akibat diabetes yang dideritanya. Ia kerap terjatuh karena kesulitan bergerak tanpa penglihatan, dan kondisi itulah yang membuat kehamilan penuh risiko. Hingga akhirnya, Ginanti lahir prematur dan tumbuh dengan perkembangan yang berbeda. Ia belum bisa berbicara seperti anak-anak seusianya, hanya sering berteriak-teriak saat merasa senang atau kesal.
Namun suara itu adalah musik paling indah bagi Pak Teguh dan istrinya.
Kadang, saat duduk di lantai beralas tikar tipis, mereka bermain bertiga. Ayahnya memeluk Ginanti dengan erat, lalu tertawa. Istrinya yang hanya bisa berbaring, tersenyum ke arah suara, membayangkan wajah anaknya yang sedang tertawa.
"Kami nggak bisa lihat Ginanti ketawa, tapi kami bisa ngerasain. Dan itu cukup buat bikin hati ini kuat lagi."
Namun waktu tak pernah berhenti. Kondisi Bu Lani kini semakin memburuk bukan hanya tak bisa bergerak, tapi juga sudah sulit diajak bicara. Sementara Ginanti tetap harus dirawat dan didampingi setiap saat karena kebutuhannya yang khusus. Di tengah semua itu, Pak Teguh harus berjuang lebih keras, meski penglihatannya sangat terbatas. Ia tahu tidak banyak yang bisa ia lakukan, tapi ia tetap menjalani hari-harinya dengan sabar dan tulus, karena bagi Pak Teguh, setiap langkah kecil yang ia ambil adalah bentuk cintanya untuk keluarga tercinta.
Insan Baik, Saat istrinya tak bisa lagi bicara dan putrinya membutuhkan perhatian penuh, Pak Teguh tetap berusaha sekuat mungkin. Tapi dengan keterbatasan yang ia miliki, perjuangan itu tak bisa terus ia tanggung sendiri. Insan baik, yuk jadi bagian dari perjuangan Pak Teguh dan keluarga kecilnya.
Disclaimer:
Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk pengobatan dan kebutuhan harian istri Pak Teguh, dukungan gizi dan terapi untuk Ginanti, serta mendukung usaha sederhana agar Pak Teguh bisa tetap mandiri. Sebagian dana juga akan disalurkan ke penerima manfaat lain dalam program kemanusiaan Yayasan Amal Baik Insani.

Perjuangan Ayah Tunanetra Nafkahi Anak Dan Istrinya
terkumpul dari target Rp 50.000.000