
Perjuangan Bu Nengsih Bertahan Demi Keluarga
terkumpul dari target Rp 50.000.000
Kulihat bayi mungil itu digendong erat dalam selendang lusuh.
Wajahnya pucat, tubuhnya tampak lemah. Tangannya kecil menggenggam botol plastik berisi air teh.
Di pinggir jalan yang ramai dan berdebu, sang ibu menuangkan air itu ke botol dot, lalu menyodorkannya ke bibir si kecil.
“Maaf ya, Nak… cuma ini yang bisa Ibu kasih hari ini,”
ucapnya pelan sambil tersenyum menahan pilu. Itulah hari pertamaku bertemu Ibu Nengsih (49), penjual kopi keliling yang kini harus menggantikan seluruh peran dalam keluarga sebagai ibu, ayah, sekaligus pencari nafkah.
Sejak suaminya tertimpa gerobak saat bekerja sebagai kuli bangunan, tubuh sang suami lumpuh dan hanya bisa terbaring akibat Luka di kakinya yang belum juga membaik. Keterbatasan biaya menjadi satu satunya alasan Ibu Nengsih tidak memeriksakan suaminya ke rumah sakit.
Sementara itu, Ibu Nengsih harus terus berkeliling dari pagi hingga sore dengan membawa kedua anaknya. Ia tak punya pilihan, Bayinya tak bisa ditinggal di rumah, dan anak sulungnya Kartika (10) yang masih duduk di kelas 5 SD ikut membantunya selepas pulang sekolah.
Di usianya yang masih belia, Kartika sudah terbiasa berangkat sekolah tanpa uang saku, mengenakan seragam lama yang warnanya mulai memudar. Tetapi kartika tidak pernah merasa malu ia tetap semangat belajar meski pendidikannya kini di ujung tanduk. Beban biaya yang terus bertambah sementara penghasilan tak tentu membuat kelangsungan sekolahnya semakin sulit dijaga. Jika tidak segera ada solusi, sekolah mungkin harus dikorbankan demi kebutuhan hidup yang lebih mendesak.
Yang membuat hati tercekat bayi yang belum genap satu tahun itu hanya diberi air teh sebagai pengganti susu. Bukan karena keinginan, tapi karena tak ada pilihan lain. Tanpa asupan gizi, sistem kekebalannya bisa melemah, pertumbuhannya terganggu, dan risiko penyakit serius pun meningkat.
Keluarga kecil itu tinggal dengan kondisi rumah mereka yang memprihatinkan. Gubuk sederhana itu berdiri di atas parit, dindingnya dari papan lapuk yang mulai miring, atapnya bocor di banyak sisi. Setiap kali hujan turun, air parit meluap masuk ke dalam rumah, membuat lantai becek, barang-barang basah, dan udara terasa lembab menusuk. Sedikit saja tiang penyangga itu rapuh, rumah bisa ambruk kapan saja.
Insan Baik, jika bayi itu terus diberi asupan yang tidak semestinya bukan karena ibunya abai, tapi karena tak ada pilihan lain maka risikonya begitu besar. Tanpa gizi yang layak, ia rentan mengalami kekurangan nutrisi, tumbuh kembangnya bisa terganggu, bahkan organ tubuhnya terancam rusak di usia yang masih sangat dini.
Sementara di rumah, sang ayah hanya bisa terbaring. Luka di kakinya yang belum terobati bisa saja semakin memburuk. Jika tidak segera ditangani, infeksi serius bisa mengancam nyawanya.
Anak sulung mereka juga harus kuat menahan diri di tengah keterbatasan. Ia ingin tetap sekolah, ingin terus belajar. Tapi dengan kondisi sekarang, bukan tak mungkin suatu hari nanti ia harus berhenti, karena keterbatasan biaya.
Jika tidak segera dibantu, bayinya bisa jatuh sakit, suaminya bisa kehilangan kakinya atau lebih buruk, nyawanya, dan anaknya bisa terancam putus sekolah.
Ini bukan sekadar kekurangan, ini tentang hidup dan masa depan yang terancam.
Yuk jadi penopang harapan keluarga kecil ini. Mari bantu Ibu Nengsih agar tak lagi harus melawan segalanya sendirian. Demi anak-anaknya, demi suaminya, dan demi masa depan yang layak mereka perjuangkan.
Disclimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk pengobatan suami Ibu Nengsih, susu dan makanan bergizi untuk anak-anak, kebutuhan sekolah anak sulungnya, serta menopang biaya hidup harian mereka. Sebagian donasi juga akan digunakan untuk membantu penerima manfaat lain di bawah binaan Yayasan Amal Baik Insani.

Perjuangan Bu Nengsih Bertahan Demi Keluarga
terkumpul dari target Rp 50.000.000