Tak punya ongkos, mencari tumpangan untuk berobat
terkumpul dari target Rp 70.000.000
Entah apa yang ada dalam benak Ibu Ari Kusnawati (34) saat ini. Belum lama ia kehilangan putrinya karena Dehidrasi, kini Ia harus menerima kenyataan bahwa Maman Rohendi (36) suaminya divonis dokter mengalami kerusakan sumsum tulang belakang ( Anemia aplastik).
Tubuhnya tak mampu lagi memproduksi sel darah merah sendiri akibat kerusakan sumsum tulang belakang yang di alaminya, beberapa kali mengalami pingsan ketika bekerja, buruh pabrik ini kini telah hampir 2 tahun tidak lagi bekerja dan hanya bisa terbaring lemah atau sesekali termenung di kursi roda pinjaman tetangga.
kini hidup pak Maman sepenuhnya tergantung pada Tranfusi hemoglobin. Tak kurang dari 12-14 labu pak maman harus menerima transfusi darah setiap minggunya. Jika tidak nyawanya terancam. Kadang lebih dari satu kali dalam seminggu pak Maman harus bolak-balik Rumah sakit.
Jika terlambat satu hari saja, maka seluruh tubuh pak Maman akan Lebam-lebam, Sesak dan sakit di seluruh tubuh terutama kepala serasa di tusuk ribuan pisau.
Sungguh berat beban Ibu Ari, penghasilan nya dari berjualan jajanan tentu jauh dari kata cukup bahkan untuk sekedar makan. Kini Ia pun harus memutar otak agar setiap minggu Ia dapat membawa sang Suami untuk mendapatkan tranfusi darahnya.
"Saya ingin sembuh, kasihan istri saya banting untuk saya dan anak-anak. Saya gak tau apa penyebabnya yang pasti sekarang badan saya begitu lemah dan tidak berdaya dan hanya jadi beban buat keluarga" Pa Maman berujar sambil tertunduk.
Dalam beberapa waktu tertentu ketika ia sudah tak mempunyai uang sedangkan suaminya harus segera mendapat transfusi. Karena Rumah sakit berada cukup jauh dari tempat tinggalnya, ia tak segan untuk mencari tumpangan di samping jalan raya. Rasa malu sudah tidak Ia hiraukan, semua Ia lakukan semata-mata demi bisa membawa sang suami ke Rumah sakit.
"Yang penting bisa sampai di Rumah sakit, karena hidup suami saya kini tergantung pada tranfusi. kadang kami berangkat hanya berbekal air putih saja yang penting bisa sampai dan selama di Rumah sakit kami hanya minum air putih saja. alhamdulillah untuk tranfusi sudah di cover BPJS." Ungkap bu Ari sambil mengusap air matanya.
Belum selesai ia menutup bekas biaya pengobatan dan pemakaman sang anak, kini entah sudah berapa besar pinjaman yang harus ia bayar demi bisa membawa sang suami berobat setiap minggunya yang jumlahnya makin bertambah alih-alih berkurang.
Sedangkan hasilnya berjualan hanya bisa untuk mengganjal perut anak dan suaminya itupun seringkali kurang. Ia terus merawat suaminya yang sakit dengan sabar. Terkadang ia sendiri lupa bahwa tubuhnya sudah lelah selama berhari-hari. Doa terus ia panjatkan setiap waktu untuk kesembuhan suaminya.
Dokter pernah menerangkan satu upaya terakhir yaitu melalui transplantasi Sumsum, namun dengan biaya mencapai delapan ratus juta Rupiah dan tidak di cover seluruhnya oleh BPJS, membuat ibu Ari hanya bisa terdiam.
"Uang dari mana saya sebesar itu, mendengarnya saja saya sudah mau pingsan. Untuk bayar pinjaman bekas bawa suami saya berangkat berobat setiap minggu saja saya gak tau dari mana" Terbata bu Ari bercerita sambil menahan tangis.
Bukan tanpa sebab ia terus berusaha dengan segala cara untuk melihat suaminya kembali sehat. Ia tak mau lagi melihat orang yang ia sayangi pergi di depan matanya. Seperti sang putri yang telah terbaring dalam keabadian. Kekhawatiran dan ketakutan yang ia rasakan terus membayangi kesehariannya siang dan malam.
Insan Baik, tegakah kita membiarkan bu Ari berjuang seorang diri, uluran tangan dan kepedulian kita akan sangat berarti bagi membantu perjuangan Bu Ari.
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk membantu pengobatan pak Maman dan memenuhi kebutuhan lainya. Juga akan digunakan oleh penerima manfaat lainnya serta keberlangsungan program sosial kemanusiaan di bawah naungan dan pendampingan yayasan Amal baik insani.
Tak punya ongkos, mencari tumpangan untuk berobat
terkumpul dari target Rp 70.000.000