Urgent! Bantu Pejuang Rupiah Bawa Anak Berobat
terkumpul dari target Rp 520.000.000
Tanpa Kedua Orang Tua, Rachel Berjuang Sembuh
Rachel terus merintih menahan rasa sakit ditubuhnya. Tangisnya terus terdengar berharap ibu dan ayah bisa mendengar. Tubuhnya kejang dan tak kuasa menahan rasa sakit yang tiada tara. Usianya baru menginjak 3 tahun, namun ia harus melawan rasa sakitnya sendiri.
Saat Rachel berusia 5 bulan, kedua orang tuanya bercerai, Ibu dan ayahnya pergi entah kemana dan menitipkan Rachel ke Mak Suryati (54 tahun) sang nenek. Mak bekerja sebagai buruh bersih-bersih di kebun tetangga. Upah yang mak dapat hanya 15 ribu setiap kali ada yang menyuruhnya untuk bersih-bersih.
"Kalau Rachel tiba-tiba kejang, saya cuma bisa nangis dan meluk Rachel sambil membacakan ayat suci Alquran agar Rachel bisa tenang dan tidak menangis lagi. Saya bingung dan nggak tau harus ngapain." - ungkap mak Suryati.
Sampai saat ini mak tidak pernah tahu penyakit apa yang diderita cucunya. Karena belum pernah sekalipun dibawa berobat ke rumah sakit. Bukan tidak mau, tapi penghasilan mak tidak mencukupi.
Padahal kini kondisi Rachel semakin parah. Tubuhnya kaku, tatapannya kosong. Hanya jeritan demi jeritan yang disertai dengan kejang lah yang senantiasa terlihat.
Perjuangan Adi Kanker Nasofaring
Namaku Adi Saputra (22 tahun), Setelah kedua orangtuaku bercerai, aku tinggal dan dirawat oleh nenek dan kakek ku. kini kakek Nenek sudah semakin renta dan sering sakit-sakitan.
Keinginan terbesarku adalah bisa membayar kebaikan nenek dan kakek yang sudah membesarkanku selama ini.
Namun semua harapan itu seakan sirna saat aku divonis kanker nasofaring. Nafasku terasa berat hingga sering tidak sadarkan diri dan kini aku mulai kesulitan untuk berbicara.
Sejak vonis dokter aku mulai menjalani proses Radioterapi dan Kemoterapi. Tapi Kakek hanya seorang penjaga makam dan kuli serabutan sangat kesulitan. Terpaksa kakek juga harus pinjam sana sini.
Miris memang cerita Adi, anak yatim piatu yang ingin membahagiakan nenek dan kakek nya tapi harus terhalang karena penyakit mematikan itu. Seorang pejuang Kanker yang kami temui secara tidak sengaja saat ia tengah berjualan di samping Jalan.
Perjuangan Penjual Snack Bawa Anak Fisioterapi
“10 Tahun Anak saya kondisinya seperti ini, kaya mayat hidup, badannya tinggal tulang."
Hati siapa yang tidak tercabik dan tersayat melihat kondisi Reza. Sejak usia 6 bulan, ia didiagnosa saraf kejepit. Namun beberapa tahun terakhir sudah tidak mampu melanjutkan pengobatan karena keterbatasan biaya.
Setiap kali Reza menggerakkan tubuhnya, ia menangis lirih yang menyayat hati, pipinya tak pernah kering.
"Saya suka nangis kalo lihat Reza menangis menahan sakit. Tangan dan kakinya kaku soalnya udah lama nggak terapi dan diobati."- ungkap bu Ai Nurhayati dengan lirih sambil meneteskan air mata.
Sehari-hari bu Ai terpaksa membawa Reza yang sakit keliling kampung berjualan beragam makanan anak yang ditenteng agar lebih menarik. Rasa bersalah terus mengiringi Langkah bu Ai, ia ingin sekali bawa Reza Fisioterapi lagi.
"Dulu pernah saat jualan ke kampung sebelah, tiba-tiba dijalan Reza kejang, matanya melotot, tubuhnya biru. Saya bingung gak tau apa yang harus saya lakukan. Saya hanya bisa menangis sambil memeluk Reza."- ungkap bu Ai sambil memeluk Reza.
Seharusnya Reza menjalani kontrol dan fisioterapi 1 kali dalam setiap minggunya. Namun, jangankan untuk berobat, berbaring untuk istirahat pun Reza tak bisa karena harus ikut ibunya berjualan.
Perjuangan Ibu Ojol Bawa Anak Operasi
Ibu tunggal Tangguh yang Bernama Bu Ica ini merupakan seorang pengemudi gojek online. Ia rela jadi tukang ojek demi bertahan hidup dan menghidupi anaknya Inaya (2 Tahun) yang divonis Limfadenopati (kelenjar sistem imun yang membesar karena bakteri atau virus yang mengindikasikan adanya kanker).
"Aku baru tau kalo benjolan yang ada di leher Naya itu kanker, pas waktu aku bawa ke RS karena demam tinggi terus sesak nafasnya lama dan ada benjolan baru di leher Inaya” - ucap Bu Ica.
Pernah suatu hari Inaya mengalami sesak nafas Bu Ica terpaksa harus menitipkannya kepada tetangga karena ada orderan yang masuk. Ia melakukan itu semua supaya Inaya bisa segera operasi.
Sedang suaminya pergi entah kemana, terpaksa bu Ica harus berjuang sendirian.
"Sebetulnya gak tega harus nitipin Inaya ke tetangga, apalagi kalo sesak nafasnya lagi kambuh. Tapi kalo gak gitu nanti aku ga bisa dapat uang untuk sehari hari dan berobat Inaya " Ucap Ica terisak.
Meski entah kapan dapat terkumpul dengan penghasilanya yang hanya berkisar Rp. 40.000-50.000 saja itupun tak setiap hari.
"Kata dokter benjolan di leher Naya harus segera di angkat, meski tak nampak dari luar, sebetulnya dia terus tumbuh ke dalam itu kenapa Naya sering sesak dan demam, di khawatirkan terus menyebar dan bertambah"- lanjut bu Ica.
Kanker Mata Membuat Nazwa Buta
Sakit tak terkira, Nazwa Mencolok mata sendiri hingga buta. Setiap hari Nazwa Kirana (11) menangis dan mengerang kesakitan. Nazwa belum pernah berobat karena keterbatasan biaya. Sekujur tubuhnya di penuhi ruam dan luka.
Matanya memutih dan tidak bisa melihat, kedua pipinya pun bengkak akibat mulut dan gusinya di penuhi luka. Tak jarang Nazwa menangis sambil memukul-mukul kepalanya sendiri, bahkan sampai membentur-benturkan nya.
Kini tubuhnya kurus dan pucat akibat malnutrisi yang diderita. Bagaimana tidak, Nazwa seringkali hanya makan nasi dan garam saja, itupun dibagi dengan lima saudaranya.
Bu Nani (38), sang ibu hanya buruh cuci setrika, upah yang ia dapat hanya cukup untuk beli token listrik dan beras. Sedang ayahnya bertahun-tahun merantau tapi tidak kunjung kembali.
Bu Nani harus menghidupi ke 4 anak yang masih sekolah dan Nazwa yang tak kunjung membaik.
Insan baik, mari kita temani perjuangan ibu pejuang Nafkah ini bawa anaknya berobat dan sehat seperti anak pada umumnya.
Urgent! Bantu Pejuang Rupiah Bawa Anak Berobat
terkumpul dari target Rp 520.000.000