Bantu Sembuh Pejuang Hidrosefalus
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Arshaka Putra Fidianto (2th) Anak dari pasangan Bu Uun dan Pak Eko. Sejak lahir Arshaka tervonis Hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan dalam rongga otak yang menekan massa kepalanya menjadi besar dan mengakibatkan kerusakan otak.
Tak lama dari vonis tersebut, Arshaka juga diketahui mengidap Hernia. Kondisi di mana dari alat kelamin hingga perutnya seperti membengkak. Saat ini Arshaka hanya bisa dirawat seorang diri oleh sang Ibu di rumahnya.
Sang Ayah, Pak Eko hanya bekerja sebagai pedagang sayur. Semua usaha telah dilakukan oleh Pak Eko dan keluarganya. Termasuk menjual barang berharga demi biaya operasi, pengobatan, dan memenuhi nutrisi anak semata wayangnya. Apa daya, dana yang dikumpulkan tak kunjung cukup.
Setiap hari Pak Eko berangkat ke pasar pukul 01.00 dini hari dan akan kembali saat sore tiba ketika dagangannya sudah habis.
Hasil penjualannya pun tak menentu. Sekitar Rp 150 ribu per hari, tetapi sebagian uangnya harus digunakan untuk modal berjualan esok hari.
Segala cara dilakukan Pak Eko demi membelikan susu formula dan bubur untuk Arshaka agar nutrisinya tetap terpenuhi.
“Saya ikhlas menjalani rutinitas yang melelahkan demi kesembuhan anak saya, Mbak. Setidaknya kami sudah berusaha, kami pasrahkan hasilnya kepada Allah,”ucap Pak Eko.
***
Kisah Kedua dari adik Nisaul Khoryani (7th). Saat ini bocah malang ini diasuh oleh kakek dan neneknya yang bernama Pak Syukur dan ibu Wanti.
Ayah dan ibu Nisaul meninggalkan Nisaul sejak kecil ketika mengetahui buah hatinya memiliki kelainan.
Nisaul menderita penyakit hidrosefalus. Ia hanya bisa terbaring di tempat tidurnya, tanpa bisa berbicara sama sekali.
Nisaul lahir dengan kondisi normal seperti bayi pada umumnya. Namun ketika umur 40 hari mulai terlihat muncul benjolan yang semakin hari semakin membesar hingga hari ini.
Nisaul dibawa ke RSUD Bojonegoro untuk diperika. Nisaul didiagnosa menderita penyakit hidrosefalus. Dokter mengatakan di dalam kepala Nisaul terdapat cairan, dan harus dilakukan pemasangan selang untuk dilakukan penyedotan.
Namun pada saat itu tidak bisa dapat surat rujukan ke RS. Soetomo dikarenakan kondisi adik Nisaul yang masih bayi. Padahal kakek neneknya sudah menjual sapi yang merupakan harta satu-satunya untuk biaya pengobatan.
Keterbatasan ekonomi membuat pengobatan nisaul terhenti.
Kakek Nisaul hanya bekerja sebagai buruh tani. Penghasilannya tidak menentu, tak setiap hari ada pekerjaan untuk beliau. Sedangkan sang nenek dulu bekerja memungut sisa padi di sawah (ngasak). Namun semenjak ada Nisaul, ibu Wanti hanya dirumah merawat cucu tercintanya Nisaul.
Penghasilan yang didapat dari buruh tani digunakan untuk makan sehari hari. Sedangkan untuk membeli popok, dan minyak telon untuk Nisaul saja mereka kesusahan.
Anak sekecil itu bertahun tahun menahan sakit tanpa mengenal sosok orang tuanya. Kondisi kepalanya saat ini terus membesar melebihi ukuran badannya. Dari hasil pemeriksaan Adik Nisaul ternyata tidak memiliki tempurung kepala.
***
Saat lahir memang tak ada tanda yang mencolok dari fisik Qiandra. Ia lahir dengan kondisi normal seperti bayi pada umumnya. Tapi lama kelamaan kepala Qiandra kian membesar, padahal tubuhnya masih kecil.
“Kasihan sekali melihat Qiandra (6 bulan) saat kecilnya sering menangis. Sedangkan saya bingung harus mengurus surat cerai dengan Ayahnya.” cerita Bu Zahwa.
Dengan pengetahuan seadanya, Bu Zahwa membawa Qiandra ke tukang pijat tradisional. Berharap kondisi Qiandra kian membaik.
Namun harapan berbalik dengan kenyataan yang ada. Kepala Qiandra kian membesar dan barulah dibawa berobat secara medis.
Setelah dibawa ke dokter, akhirnya diketahui bahwa Qiandra menderita Hidrosefalus dan takutnya jika terlambat diobati sehingga akan berpengaruh pada perkembangan otaknya yang lambat.
“Padahal Qiandra seharusnya bisa mendapat kasih sayang dan dukungan sang Ayah, namun itu hanya harapan.” Ucap Bu Zahwa.
Tak pernah terbayangkan bagaimana menjadi Qiandra kecil. Betapa pilu hidupnya dengan sang Ibu.
“Kalau Qiandra tiba-tiba bangun dan menangis di malam hari susah sekali untuk menidurkan kembali. Dikasih minum susu juga ngga mau, digendong juga ngga mau. Mungkin sudah feeling anak ikut sedih.” Tambah Bu Zahwa.
Bu Zahwa kini hanya bisa menanti mukjizat bagi kesembuhan Qiandra. Meskipun harus merawat Qiandra seorang diri, Bu Zahwa akan memastikan Qiandra tak akan kekurangan kasih sayang.
Bu Zahwa dulunya adalah pegawai di pabrik rokok. Kini demi menjaga Qiandra, Bu Zahwa harus berhenti bekerja. Mari kita ringankan beban Bu Zahwa untuk membiayai pengobatan adik Qiandra.
#TemanBerbagi, mari bersama-sama membantu pengobatan untuk kesembuhan dan pemenuhan gizi Adik Arshaka, Nisaul, Qiandra dan juga pada balita hidrosefalus lainnya
Mari Berdonasi dengan cara :
Klik “DONASI SEKARANG” pada halaman galang dana ini
Bantu Sembuh Pejuang Hidrosefalus
terkumpul dari target Rp 100.000.000