Tak Memiliki Kemampuan untuk Berobat Pasien Medis Dhuafa Berjuang Bertahan Hidup
terkumpul dari target Rp 150.000.000
“Saya bingung harus bagaimana, penghasilan saya sehari 30rb hanya cukup untuk makan sehari-hari sedangkan anakku harus operasi yang biayanya ratusan juta, mungkinkah saya harus menabung seumur hidup agar Aisyah bisa segera di operasi” Ujar Pak Frendi (Ayah dari Aisyah)
***
Hallo kak, perkenalkan aku Aisyah (11th) aku adalah anak dari ayah yang sangat hebat. Ayah selalu sigap merawatku seorang diri dengan segala keterbatasan dan kesabarannya. Aku di vonis menderita penyakit malignant neoplasm of connective and soft tissue of heard, face and neck, jenis tumor ganas bersarang di belakang kepalaku, semakin hari penyakitku semakin membesar hingga lebih besar penyakitku dari pada kepala aku sendiri.
Ini semua berawal dari 2 tahun yang lalu saat ibu masih ada merawatku. Waktu itu ada benjolan di belakang kepalaku sebesar jeruk nipis, ibu kira itu hanya kelenjar biasa jadi aku tidak terlalu khawatir, namun semakin hari benjolan tersebut terasa sakit dan panas selain itu rasa gatal tak tertahankan hingga benjolan tersebut membesar sebesar telor angsa.
Saat itu aku tidak tahan lagi ingin berobat namun qodarullah pada waktu itu malah ibu jatuh sakit parah dan selang beberapa hari ibu meninggalkanku dan ayah untuk selamanya. Rasanya aku sudah tidak berdaya lagi saat ditinggalkan ibu serasa tidak percaya namun aku harus ikhlas.
Semenjak itu hari-hariku terasa hampa hidup ditemani rasa sakit hanya bersama ayah. Dengan uang seadanya ayah mencoba membawa aku ke puskesmas namun pihak puskesmas malah merujuk ke RSUD, Aku tahu kondisi ayah semenjak ditinggal ibu pasti sangat terpukul dan sedih namun ayah tetap tegar dan kuat. Pernah suatu ketika aku di ajak ke Rumah Sakit untuk berobat mungkin ayah tak tega melihat aku setiap malam tidak bisa tidur hanya menangis kesakitan dan rasa panas tak terhingga yang aku rasa.
Aku sangat senang karena setidaknya setelah ada pengobatan, sakitku bisa teratasi dan aku bisa tidur nyenyak. Namun saat tiba di parkiran depan IGD ayah meminta aku duduk dan disitu ayah merenung berkaca-kaca sambut memakaikan kerudungku, memeluk, mencium dan mengusap lukaku. Sambil berkata “nak, yang kuat ya yang sabar kita tunggu keajaiban disini. Ayah tak punya uang untuk masuk, uang ayah 20rb lagi hanya cukup untuk ongkos kita pulang”.
Sontak dari sana aku menangis dan mengingat ibu, aku sangat sedih sekaligus terharu kasih sayang ayah yang menguatkanku hingga aku bisa kuat sampai saat ini. Oh iya sahabat, ayahku hanya seorang tukang ojek pangkalan, motor yang di pakai ngojek adalah motor hasil sewaan dari teman ayah. Ayah menyewa motor 20rb per hari. Rata-rata ayah dapat uang dari hasil ngojeknya 50rb per hari itupun di bagi 20rb untuk biaya sewa motor dan sisanya untuk dibawa pulang. Untuk tambah-tambah uang jajanku ayah menerima jual beli HP Bekas.
Saat ini aku sedang menjalani pengobatan di RS Hasan Sadikin Bandung, pernahku dengar dari vonis dokter aku divonis sudah stadium akhir mengingat lukaku sudah pecah dan memerah, namun aku masih percaya keajaiban Allah itu nyata. Menurut dokter yang menanganiku aku bisa saja segera operasi namun ayah dan aku harus punya biaya ratusan juta karena biaya operasinya sebagian besar tidak ditanggung BPJS.
Uang dari mana sebanyak itu, penghasilan ayah saja hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari, apakah ayah harus menabung seumur hidupnya? Doakan aku ya sahabat semoga Allah memberikan keajaiban kepadaku dan semoga ayah bisa segera mengumpulkan uang untuk aku bisa operasi karena aku ingin segera sembuh, sudah tak kuat lagi aku menahan rasa sakit dan panas ini.
Aku berjanji kepada diriku sendiri. Jika sudah sehat nanti aku ingin menjadi dokter, dan aku akan gratiskan siapa saja yang membutuhkan jasaku. Karena aku merasakan apa yang orang sakit itu rasakan.
***
Kisah Lainnya datang dari Dik Ridho
Cemas setiap hari, kondisi wajah anaknya memang berbeda dari anak umumnya. Kini Ridho yang usia 10 tahun terlambat sekolah & susah untuk berinteraksi seperti anak-anak lain seusianya.
Dokter menyarankan untuk operasi tambah rahang, tapi itu bisa dilakukan jika kondisi ridho sudah stabil dan kuat untuk melakukan oprasi, karena dikhawatirkan akan mengancam nyawa Ridho sendiri.
Namun sedihnya lagi, tubuh Ridho makin kurus. Dari hari ke hari, berat badannya menyusut dan keningnya mengkerut menahan sakit.
Turunnya berat badan Ridho ini akibat nutrisi yang tak lancar masuk ke tubuhnya. Tidak jarang teman yang pertama kali melihat Ridho merasa takut dengan bentuk muka RIdho.
“Aku sering dikatain MONSTER sama teman-teman pas mau main bareng,” Ucap Ridho ungkap kesedihan di hidupnya.
Tangisannya tak henti. Sulit tidur dan hanya menanti keajaiban. Sebab orang tuanya hanya bekerja serabutan, tak punya biaya lagi untuk membeli nutrisi, apalagi untuk BEROBAT.
***
Nasib yang sama di alami oleh Istri Pak Deni
Perkenalkan, saya Deni Zulfikar (33th) Saya seorang ayah dari 2 anak, Saya adalah seorang pengendara ojol.
Saya sangat kaget dan serasa mimpi setelah mendengar bahwa istri saya mengidap undifferentiated carcinoma nasofaring yang sudah menyebar ke bagian hidung yang berakibat terganggu pernapasan dan pendengarannya.
Sekarang Istri saya (Siti Nur Alin) sedang menjalani pengobatan di RS Hasan Sadikin Bandung, tindakan kemo dan sinar sudah dijalani 6 bulan lamanya, saat ini kondisi Istri saya matanya sudah tidak bisa melihat, pernafasanya terganggu dan badanya kurus karena sulit untuk makan, dokter menyarankan agar dibantu oleh susu, namun susu tersebut cukup mahal harganya saya pun tidak mampu lagi untuk membelinya.
Begitu lamanya pengobatan Istri saya berdampak semakin sulitnya saya untuk mencari nafkah karena harus mendampinginya 24 jam karena istri saya sudah tidak bisa melihat. Sedangkan ke 2 anak saya di tasik untuk sementara waktu diurus oleh neneknya.
Saya hanya seorang pengendara Ojol yang biasanya penghasilan saya tidak seberapa dan hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. bahkan tidak jarang orderan saya kena cancel.
Namun istri saya harus tetap berobat dan Istri saya kedepnya harus menjalani operasi, Semua kebutuhan pengobatannya bisa mencapai ratusan juta. Ikhtiar sudah banyak sekali saya lakukan, bahkan saya sudah berusaha meminjam ke saudara dan tetangga saya.
Namun, hingga saat ini masih belum cukup, dan istri saya masih harus melakukan pengobatan.
****
Kisah Alifia, Dik Ridho dan Bu Alin mewakili ratusan kisah para pejuang kesehatan lainnya dampingan salingberbagi.org yang saat ini sedang berjuang untuk sembuh.
***
Cerita-cerita pilu menyayat hati yang kami dapatkan ini akhirnya menginspirasi kami untuk mengajak sahabat berpartisipasi membantu mereka Bersama salingberbagi.org Wujudkan Mimpi Sembuh Untuk Membantu Biaya Pengobatan Para Pejuang Kesehatan.
#SahabatBerbagi, tidak ada harapan yang paling indah yang mereka harapkan saat ini selain bisa sembuh dan kebutuhan pengobatan mereka bisa terpenuhi dengan baik. Mari sisihkan sedikit rezeki kita untuk membantu dengan cara:
- Klik DONASI SEKARANG
- masukkan nominal donasi
- Pilih Metode Pembayaran (GOPAY, Transfer Bank, Virtual Account, Kartu Kredit)
- Transfer segera sesuai nominal jika menggunakan Transfer bank & Virtual Account
Donasi dari kamu akan tepat sasaran digunakan untuk memenuhi fasilitas dan penunjang pengobatan seperti sewa rumah singgah, konsumsi, obat-obatan, vitamin, operasional penjemputan pasien, dan tim pendamping ke rumah sakit.
Jangan lupa bantu sebar halaman galang dana ini ya #SahabatBerbagi. Yakinlah bahwa masih banyak orang yang ingin berbagi di luar sana.
Terima kasih.
Tak Memiliki Kemampuan untuk Berobat Pasien Medis Dhuafa Berjuang Bertahan Hidup
terkumpul dari target Rp 150.000.000