Miris! Lansia Sebatang Kara Tinggal Di Rel Kereta
terkumpul dari target Rp 30.000.000
Mbah Harso (75 tahun) seorang lansia yang hidup sebatangkara di gubuk petak di pinggir rel kereta. Sedihnya setiap malam tiba Mbah hanya menggunakan senter untuk penerangan karena Mbah tidak punya listrik.
Setiap hari hanya suara rel kereta yang menemani sunyi malam Mbah, ngeri memang kalau kita membayangkan. Jangankan untuk memasang listrik, untuk sekedar beli nasi saja Mbah tidak mampu.
Mbah Harso hanya penjual minuman sachet dengan penghasilan tidak tentu. Dalam sehari Mbah hanya dapat 3 ribu karena sekarang jarang sekali ada yang beli dagangan Mbah, tapi bisa mengisi perut saja Mbah sudah bersyukur.
Nasi dan sambal sudah menjadi santapan lezat bagi Mbah. Mbah memilih tinggal di pinggiran rel kereta karena tidak punya lagi tempat untuk berteduh. Meskipun tinggal di rel kereta adalah illegal dan rasa khawatir sering menghampiri Mbah tapi Mbah tidak punya pilihan lain.
Di usia senjanya Mbah ingin sekali punya usaha lain seperti warung yang lebih layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menabung untuk beli rumah yang lebih layak.
“Sebenernya Mbah mau jualan lebih lengkap kalau ada modalnya, tapi si Mbah nggak mampu, untuk makan aja susah,” – Mbah Harso.
Sedangkan suami Mbah sudah lama meninggal dan anak-anak Mbah sudah berkeluarga hidup mereka juga pas-pasan. Jadi Mbah memilih tinggal sendiri di gubuk pinggir rel kereta, Mbah gak mau nyusahin anak-anaknya.
Sahabat, masih banyak lansia dhuafa yang bernasib sama dengan Mbah, di usia senjanya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup.
#TemanBaik kita bantu Mbah Harso hidup lebih layak yuk, melalui mimpinya untuk punya warung layak dan tempat tinggal layak huni.
Miris! Lansia Sebatang Kara Tinggal Di Rel Kereta
terkumpul dari target Rp 30.000.000