Retaknya Membahayakan, Jamaah Waswas Tiap Shalat
terkumpul dari target Rp 250.000.000
Awal Februari lalu, sebuah peristiwa tragis terjadi di Kota Malang. Sebidang tembok yang sudah lama retak, akhirnya roboh dan menewaskan seorang warga yang melintas di dekatnya. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Kekhawatiran inilah yang warga Tegalaja rasakan tiap kali beribadah di Masjid Darussalam. Temboknya sudah belah di berbagai bagian, bahkan ada yang hingga ke langit-langit. Tiap hujan deras atau angin kencang, dengan was-was mereka mengecek kondisi masjid retak itu.
"Kusen juga sudah keropos, kayu penyangga genteng lapuk, karena terakhir kami perbaiki tahun 1991," ungkap Pak Osul, perwakilan jamaah masjid.
Bukannya warga abai, tetapi renovasi masjid retak ini memang jadi "PR" 43 KK di sana. Mayoritas mereka hanya buruh tani, di sebuah kampung berjarak 73 kilometer dari pusat kota Garut. Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka harus memutar otak mengatur uang Rp 500 ribu per bulan.
"Memang ada iuran warga, Pak, tapi hanya cukup untuk ngisi pulsa listrik masjid, atau untuk biaya kegiatan keagamaan seperti Rajaban dan Muludan," tambah Pak Osul.
Dilema yang Warga Hadapi
Jika sudah sedemikian parah, mengapa warga tidak shalat di masjid lain? Menjawab pertanyaan ini, Pak Osul menjelaskan, "Masjid terdekat harus melewati sungai, perkiraan (jaraknya) sekitar satu kilometer."
Inilah tiga dilema yang warga hadapi saat ini:
- Masjid mereka retak-retak sampai tahap membahayakan,
- Masjid kampung tetangga, jaraknya jauh melewati sungai atau bermotor selama satu jam,
- Akses jalan terjal, licin di musim hujan.
Menyadari kemampuan ekonomi mereka lemah, warga mencoba meminta bantuan dana ke pemerintah setempat. Sayangnya, hingga kini belum ada kabar baik.
Akhirnya, hanya doa yang mereka lantunkan. Berharap ada bantuan pihak lain untuk memperbaiki masjid retak mereka, di Kp. Tegalaja, Bungbulang, Garut.
Retaknya Membahayakan, Jamaah Waswas Tiap Shalat
terkumpul dari target Rp 250.000.000