Bangun Masjid Pertama di Pesisir Terpencil
terkumpul dari target Rp 350.000.000
Hati guru mana yang tidak khawatir, saat melihat murid-murid kecilnya harus bertarung melawan ganasnya ombak hanya untuk shalat Jumat ke masjid.
Resah dan waswas, itulah yang dirasakan Pak Guru Yunus Maliso, pengajar anak-anak Dusun III Toroguso di Tapunopaka, pelosok Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Pak Yunus tahu di dusun itu tidak ada masjid, padahal semua warganya muslim.
Jadi, warga mendirikan shalat di rumah masing-masing. Atau sesekali jika ingin berjamaah, mereka menumpang di rumah Pak Rachman, ustadz di sana.
Begitu pula anak-anak yang ingin belajar mengaji Al Quran, semua dilakukan di rumah Pak Rachman yang sempit.
Semua kekhawatiran dan kepedulian Pak Guru Yunus mengkristal, hingga akhirnya terpanggil menggerakkan warga untuk membangun masjid.
Pada bulan Maret 2022, setelah warga menabung sekian lama terkumpullah uang Rp 30 juta. Hari itu, akhirnya Pak Yunus dan warga bisa melaksanakan peletakan batu pertama Masjid Al Ikhlas.
Tak terkira kebahagiaan warga menyaksikan bebatuan yang terpasang menjadi fondasi. Lalu melihat tiang-tiang kayu yang terpancang untuk kelak menopang atap dan dinding masjid. Masjid impian sudah di depan mata.
Sayang seribu sayang, pembangunan masjid harus terhenti. Warga kehabisan dana, karena ongkos transport dan biaya bayar tukang melambung tinggi.
Alasannya, dusun mereka terletak di pesisir yang tidak ada akses jalur darat, karena terhalang rawa-rawa dan muara. Akhirnya, semua harus lewat jalur laut.
Sebagai gambaran, jarak dari kota Kabupaten Konawe Utara ke Dermaga Pasar Tinobu sekitar 56 KM. Dermaga ini menjadi gerbang orang-orang dari atau menuju Dusun Toroguso.
Dari dermaga ini menuju kampung di sisi lain pulau itu, warga harus menaiki kapal kecil yang disebut katinting.
Lalu, menghabiskan waktu sekitar 1 jam jika ombak tenang, atau bahkan bisa mencapai 2 jam lebih jika ombak sedang besar.
Sulitnya transportasi menuju dusun ini membuat harga material melambung tinggi sekaligus membuat ongkos membayar tukang menjadi mahal.
Jika harus menabung lagi, entah sampai kapan warga yang berjumlah 21 KK itu bisa memenuhi biaya pembangunan.
Sehari-hari, mereka hanyalah nelayan kecil yang pendapatannya hanya cukup untuk menjaga asap dapur tetap mengepul.
Masjid tak kunjung rampung, namun ibadah harus tetap dilakukan. Akhirnya, kala hari Jumat tiba, kaum pria dewasa maupun anak-anak memutuskan menuju ke masjid lain di dusun tetangga di sisi lain pulau.
Hanya saja, tak ada jalur darat ke masjid tetangga ini. Mereka harus menyebrangi lautan sekitar 8 hingga 9 km, dengan waktu tempuh mencapai 1-2 jam, lagi-lagi karena ombak yang ganas.
Hari ini, warga Dusun Toroguso dan anak-anak di sana hanya bisa menatap rangka Masjid Al Ikhlas. Masjid yang awalnya mereka harapkan bisa segera berdiri, namun takdir Allah berkata lain. Masjid tak kunjung rampung, pembangunan terpaksa berhenti di tengah jalan.
Mewakili warga, Pak Rachman sebagai tokoh agama, dan Pak Lambato sebagai kepala dusun, masih bisa tersenyum. Itu adalah senyum optimis, karena mereka yakin di luar sana masih ada tangan-tangan yang ikhlas terulur membantu mereka menyelesaikan Masjid Al Ikhlas di Lasolo Kepulauan.
Sobat, apakah salah satu tangan itu milikmu?
Bangun Masjid Pertama di Pesisir Terpencil
terkumpul dari target Rp 350.000.000