Masjid Apung Pertama untuk Kampung Nelayan Buttue
terkumpul dari target Rp 128.000.000
Tak Memiliki Masjid, anak kampung nelayan harus berlayar menggunakan perahu kecil sejauh 12 Km demi menjangkau masjid terdekat. Bila kondisi tak memungkinkan, mereka memanfaatkan ruang sekolah untuk beribadah shalat berjamaah.
Dilema inilah yang dirasakan warga muslim di Kampung Buttue, Desa Kanaungan, Kec. Labakkang, Kab. Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Kampung yang didiami oleh 31 Kepala Keluarga (KK) itu puluhan tahun lamanya beribadah tanpa masjid.
Sejatinya, warga kampung Buttue taat menjalankan sholat berjamaah. Sayangnya semangat ini belum ditunjang dengan keberadaan masjid. Hal yang menjadi kendala adalah ekonomi warga yang rendah. Kampung Buttue terletak di pesisir, dimana warga hanya bergantung pada laut dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan petani rumput laut. Penghasilan yang tak menentu membuat mereka kesulitan untuk membangun masjid sendiri.
Sementara untuk menjangkau masjid terdekat, anak-anak dan orang tua harus menempuh jarak 12 kilometer, sekitar 30 menit berlayar di sungai menggunakan perahu katingting. Namun, biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli bahan bakar perahu terkadang jadi kendala.
“Sekali perjalanan menuju masjid, bahan bakar yang harus kami siapkan sebanyak 2 liter. Jadi uang yang harus dikeluarkan untuk beribadah di masjid yaitu Rp20.000. Ini yang menjadi kendala kami yang mayoritas sebagai nelayan dan petani rumput laut,” kata Musa, imam Kampung Buttue.
Bila harus berjalan kaki, diperlukan waktu 1 jam lebih melalui pematang empang berlumpur. Bila kondisi tak memungkinkan bagi mereka untuk beribadah di masjid, mereka biasa memanfaatkan ruang sekolah di kampung tersebut untuk kegiatan shalat berjamaah dan pengajian.
“Kami warga kampung Buttue sangat merindukan adanya masjid. Karena letak masjid lain jaraknya berjauhan, maka kami menggunakan ruang sekolah sebagai tempat beribadah. Kegiatan shalat berjamaah di sekolah dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar usai. Ruang sekolah ini juga rutin digunakan anak-anak untuk mengaji,” lanjut Musa.
Karena menggunakan ruangan kelas, aktivitas ibadah pun jadi terbatas. Hanya bisa digunakan shalat fardhu, itu pun tidak 5 waktu. Tidak bisa shalat Jumat ataupun tarawih di sini.
“Kami belum memiliki masjid dan inilah yang kami rasakan. Entah sampai kapan kami beribadah dengan kondisi seperti ini pak. Sudah bertahun-tahun kami mengajukan dana bantuan desa untuk pembangunan masjid. Namun hingga saat ini belum ada hasil,” pungkasnya.
Yuk sobat, kita hadirkan masjid untuk anak-anak kampung nelayan Buttue. Bantu mereka merasakan sholat dan menimba ilmu Islam di masjid yang nyaman.
Klik DONASI SEKARANG dan berikan donasi terbaikmu.
Masjid Apung Pertama untuk Kampung Nelayan Buttue
terkumpul dari target Rp 128.000.000