Berbagi Makan untuk Para Lansia Pejuang Nafkah
terkumpul dari target Rp 70.000.000
Berbagi Paket Makanan untuk Para Lansia Pencari Nafkah
Lika liku hidup yang dilalui Abah Irun (89 tahun) menyadarkan kami betapa berharganya hidup yang kita miliki saat ini. Abah tetap berjuang dengan gigih menuntun sepeda tuanya yang sudah usang itu untuk mencari nafkah, walau penghasilannya seringkali kurang bahkan tak seberapa.
Jalannya tertatih-tatih. Abah bercerita, pernah jatuh di toilet beberapa tahun yang lalu. Kini kakinya bengkok, kalau dibawa jalan sakit dan linu. Setiap kali rasa sakit yang dialaminya sudah tak tertahankan, berobat bukan menjadi pilihan Abah karena tak miliki biaya. Hingga Abah hanya bisa merintih kesakitan sembari mengompres kakinya dengan air hangat sampai rasa sakitnya mereda.
Terlebih istrinya sudah meninggal dunia. Istri Abah mengalami gangguan mental setelah menjadi korban tabrak lari
“Istri sering mukulin Abah pakai tangannya berkali-kali. Tapi Abah cuma bisa nangis saat itu karena kasian. Abah ingin banget istri bisa sembuh. Masih gak nyangka Ibu ninggalin Abah, sekarang udah gak ada lagi kang yang nunggu abah pulang di depan pintu..” ujar Abah sambil mengelap air matanya
Karena keterbatasan fisiknya, Abah tak mampu berjalan terlalu jauh, Abah Irun seringkali berhenti di pinggir jalan, duduk meluruskan kakinya yang sakit sambil secara perlahan dipijat, sembari menghela nafasnya yang terlihat terengah-engah.
“Jatuh mah udah gak aneh Abah mah kang, udah sering pisan da kakinya udah gak kuat. Buat berdiri aja harus ada tumpuan..” Ujar Abah
Salutnya lagi, Abah selalu memberikan gratis potongan rambut untuk anak yatim atau lansia yang tidak mampu membayarnya. Ungkap Abah,
Pak Abon, kini usianya hampir menginjak 58 tahun. Seorang pedagang asongan keliling yang menjual tisu, permen, dan minuman botol. Bekerja setiap hari dari pagi hingga malam tanpa mengenal lelah, demi bahagiakan keluarga kecilnya. Genap sudah 22 tahun Pak Abon menjalani hari-hari tanpa bantuan kedua tangannya.
“Kejadiannya saat itu bapak lagi ngeganti ban traktor, terus tangan bapak nyangkut, Bapak gabisa apa-apa sampai ga sadarkan diri. Sadar-sadar udah dirumah sakit dan udah engga ada tangan. Ditanya ke dokter ternyata tangannya ga ada itu bukan karena di amputasi, tapi putus di traktor.” Ucapnya dengan lirih
Hebatnya perjuangan Bapak mencari nafkah, 3 bulan setelah terkena musibah Bapak rela memaksakan diri berjualan asongan keliling. Sama sekali tak menghiraukan tangannya yang masih sakit bahkan hingga gemetar panas dingin.
Padahal penghasilan yang didapatnya pun tak seberapa, hingga sampai saat ini Pak Abon hanya bisa berobat setiap 4 bulan sekali. Yang seharusnya rutin karena Bapak sering merasakan sakit linu di bagian tangannya.
Bapak bercerita terkadang beberapa pembeli lupa untuk membayar atau bahkan berhutang kepada Pak Abon. Padahal dari hasil penjualan inilah satu-satunya harapan Pak Abon untuk keluarganya. Hingga kini terpaksa keluarga Bapak hanya bisa makan dengan tempe atau bakwan goreng saja.
Tak berhenti sampai situ kesedihan yang dialami Pak Abon, Beliau mengatakan seringkali di hina bahkan di tertawakan oleh orang-orang sekitar yang melihat keadaanya. Belum lagi dagangan yang dibawanya kerap kali terjatuh karena tak bisa di genggam dan tali yang di ikat pada tubuhnya tidak kencang.
Dan semenjak kehilangan kedua tangannya. Bukan malu karena tak lagi memiliki tangan, Namun Bapak lebih malu karena harus merepotkan banyak orang untuk membantu kesulitan yang Bapak alami.
Kisah pak abon dan abah irun merupakan potren dari kisah para lansia pejuang nafkah lainya. Mari kita bantu pak abon dan abah irun untuk bisa memenuhi kebutuhan utamanya.
Berbagi Makan untuk Para Lansia Pejuang Nafkah
terkumpul dari target Rp 70.000.000