“Apakah malam ini kami masih selamat, atau rumah itu justru akan jadi makam bagi kami?”

Itulah ketakutan terbesar Abah Iju (70 tahun) setiap kali hujan deras turun.

Dulu, hidup Abah sederhana namun bahagia. Ia memiliki seorang istri yang setia mendampinginya, serta seorang putri semata wayang. Sang putri bahkan sempat bekerja sebagai TKW dengan harapan bisa membantu perekonomian keluarga.

Namun, beberapa tahun lalu, sang putri pulang dalam kondisi sakit dan mengalami gangguan mental. Saat itu, istrinya masih hidup. Bersama-sama, mereka berjuang mencari kesembuhan untuk anak tercinta.

Abah rela menjual semua harta bendanya: tanah, ternak, hingga barang berharga. Setiap rupiah habis digunakan untuk biaya pengobatan. Tapi, meski sudah berkorban begitu besar, kondisi sang anak tak kunjung membaik.

Luka Abah semakin dalam ketika lima tahun lalu istrinya meninggal karena sakit. Sejak itu, ia benar-benar sendirian merawat anaknya yang sakit, tanpa pendamping, tanpa penopang. Kini, satu-satunya yang tersisa hanyalah dirinya dan sang anak—tanpa harta, tanpa pasangan, tanpa tempat tinggal yang layak.

Abah dan putrinya kini tinggal di sebuah gubuk reyot yang separuh bangunannya sudah roboh. Atap bocor, dinding rapuh, kayu lapuk. Setiap kali hujan deras, Abah harus panik membawa anaknya keluar rumah agar tidak tertimpa reruntuhan. Malam demi malam ia jalani dengan was-was “apakah malam ini kami masih selamat?”

Lebih menyedihkan lagi, gubuk itu berdiri di atas tanah milik orang lain. Sewaktu-waktu, mereka bisa diusir, kehilangan satu-satunya tempat untuk pulang.

Meski tubuhnya renta dan menderita penyakit ISPA yang membuat napasnya sesak, Abah tetap berusaha mencari nafkah. Ia menjual kerupuk keliling milik tetangga, berjalan dari pagi hingga malam. Sering kali ia berangkat dengan perut kosong, karena makanan yang ada ia berikan untuk sang anak.

Namun, dagangannya sering tidak laku. Abah pulang dengan tubuh lemas, sementara kebutuhan anaknya sangat besar.

Putri Abah harus rutin minum obat penenang agar tetap tenang. Tanpa obat, ia bisa menjadi agresif, bahkan membahayakan dirinya sendiri maupun Abah. Tapi jauh di lubuk hati, Abah ingin lebih dari itu. Ia ingin membawa anaknya berobat secara rutin, berharap ada jalan menuju kesembuhan. Sayangnya, setelah semua harta habis terjual, kini Abah benar-benar tak punya apa-apa lagi.

Kini kehidupan Abah di ujung tanduk, rumah itu rapuh bisa runtuh kapan saja menimpa mereka. Usia tua dan penyakit ISPA membuat Abah semakin lemah. Semua harta sudah habis untuk biaya pengobatan anak. Putrinya masih membutuhkan pengobatan rutin. Mereka bisa terusir sewaktu-waktu karena tanah bukan milik sendiri.

Namun meski begitu Abah mempunyai harapan sederhana. Abah berharap ia bisa memiliki sebuah rumah aman untuk berlindung bersama anaknya, agar kelak kalua beliau meninggal anaknya memilki tempat yang aman untuk pulang, beliau juga ingin membawa putrinya berobat agar bisa hidup lebih baik.

Insan Baik : Kita bisa menjadi jawaban doa Abah Iju.

Setiap rupiah yang Anda sisihkan adalah harapan baru bagi seorang ayah yang sudah kehilangan segalanya, tapi tetap bertahan demi anak yang ia cintai.

Mari kita wujudkan sisa usia Abah Iju dengan ketenangan yang selama ini ia dambakan.

Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk kebutuhan tempat tinggal Abah dan biaya pengobatan anaknya. Juga akan digunakan untuk penerima manfaat dan program sosial kemanusiaan lainnya dibawah naungan Amal Baik Insani.