DEMI TEBUS IJAZAH ANAKNYA, AYAH DIFABEL BERJUANG BERJUALAN OPAK
terkumpul dari target Rp 50.000.000
Setiap pagi, dari jam 6 sampai larut sore, Pak Wahyu (48 tahun) keliling desa dengan berjalan kaki sejauh belasan kilometer demi menjajakan barang dagangannya. Namun sedih, Opak dan Olednya sering sepi dari pembeli, salah satunya karena orang-orang merasa aneh melihat kondisi tubuhnya yang tidak memiliki tangan.
“Saya jualan dengan jalan kaki dari pagi sampai sore. paling untung dari setiap bungkus Opak dan Oled cuma seribu rupiah saja. Tapi karena saya tidak punya tangan, bukannya orang-orang pada beli, tapi kadang saya malah diejek, bahkan tidak sedikit anak kecil yang nangis ketakutan sambil teriak si buntung..Padahal semua saya lakuin buat keluarga saya. Buat tebus ijazah anak saya,,”, ungkap Pak Wahyu.
Pak Wahyu tidaklah terlahir sebagai seorang penyandang disabilitas. Namun, kondisi fisiknya saat ini Ia dapat dari kecelakaan kerja 12 tahun yang lalu, ketika bekerja sebagai buruh bangunan. “Dulu waktu kerja jadi kuli, saya lagi mau angkat besi beton. Taunya ujung besi kena listrik. Kata yang liat, dadan saya katanya terpental kira-kira 6 meter. Badan saya waktu itu kebakar. Tangan, pundak, punggung, ketiak, paha dan betisnya kena semua. Waktu itu saya langsung ga sadar.”, kenang Pak Wahyu.
Sempat dirawat berbulan-bulan, akibat dari kecelakaan kerja tersebut, kedua tangan beliau terpaksa harus diamputasi karena kedua tangannya sudah hangus terbakar dan tidak bisa lagi diselamatkan.
Awalnya Istri Pak Wahyu, Bu Dedeh (41 tahun) menolak karena merasa kasihan jika suaminya tersebut tidak memiliki tangan.“Asli Pak Waktu itu saya belum ikhlas kalau kedua tangan Bapak dipotong. Kasian banget kalau gak punya tangan, terus gimana nanti mau kerja kalau gak ada tangan, belum lagi anak masih sekolah…”, ucap Bu Dedeh.
Setelah kedua tangan Pak Wahyu diamputasi, selama 2 tahun, Pak Wahyu merasa bingung dalam menjalani hidupnya. “saya bingung mau ngapain..harus gimana…mau makan, minum, mandi dan aktivitas lainnya juga saya kesulitan. Akhirnya, setelah beberapa lama, saya coba belajar untuk mandiri”, kenang Pak Wahyu.
Seiring berjalanya waktu, beliau pun mau belajar untuk membiasakan diri dalam melakukan kegiatan kesehariannya meski tanpa kedua tangan. Sempat karena putus asa, Pak Wahyu sempat mempersilahkan istrinya untuk mencari suami lagi karena khawatir tidak bisa menafkahi keluarganya.
“ Sempet saya sangat terpuruk, saya bilang sama Istri kalau kamu mau nyari suami lagi, silahkan.. karena saat itu saya sudah tidak bisa nafkahi kaya dulu,,,Tapi Istri Saya malah jawab gini,,jangan ngaco kalau ngomong! Emang nyari suami kaya kamu itu gampang, suami yang sayang sama saya dan Anak. Saat itu istri terus kasih semangat..terus yakinin saya kalau saya bisa bangkit lagi..”,cerita Pak Wahyu.
Dari ucapan Istrinya itulah yang membuat Pak Wahyu kembali termotivasi dan tidak patah semangat untuk terus belajar dalam membiasakan diri hidup tanpa tangan. Kegigihan tersebut Pak Wahyu tunjukan dengan beralih profesi menjadi penjual oled dan opak keliling.
Anak Pak Wahyu, Maida (19 tahun), tahun ini baru lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun, jangankan buat melanjutkan sekolah atau bekerja pun Maida tidak bisa, karena Ijazahnya masih tertahan di sekolah akibat memiliki tunggakan biaya sekolah.
“ Ijazahnya cuma dipegang aja untuk foto wisuda setelah difotonya selesai Ijazahnya diambil lagi sekolah jadi Sekarang, saya lagi berusaha untuk tebus ijazah anak saya. Kasian dia mau kerja atau kalau ada rejeki lanjutin sekolah lagi. Mudah-mudahan ada jalannnya. ”, harap Pak Wahyu.
Pernah suatu hari, meski sudah berjualan seharian, Pak Wahyu hanya mendapatkan penghasilan Cuma 4 ribu saja dari 4 bungkus yang opak terjual. Jumlah tersebut, sangatlah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya dan untuk menabung untuk menebus ijazah.
Terkadang, hasil yang didapat tidaklah sebanding dengan rasa lelah yang Beliau rasakan. Dengan kondisi fisik yang beliau alami, bukanlah hal yang mudah melakukan aktivitas dan berjualan. Bahkan, Pak Wahyu sering terjatuh karena kesulitan dalam menjaga keseimbangan tubuhnya.
Pak Wahyu, saat ini tinggal di rumah sepetak sederhana bersama Istri dan Anaknya. Kondisi bangunan semi permanen dengan dapurnya masih beralaskan tanah. Toilet hanya alakadarnya tanpa memiliki Atap sehingga terbuka. Pak Wahyu mengaku ingin sekali membangun dapur dan Toilet didalam rumah yang layak, terutama kondisi Toiletnya yang terbuka dan terletak diluar rumah.
SahabatKU, melalui penggalangan dana ini, mari kita bersamai perjuangan Pak wahyu menebus Ijazah Anaknya sehingga Maida dapat segera bekerja atau melanjutkan pendidikannya. Selain itu, juga kita bantu modal usaha bagi Istrinya serta kita bangunkan Toilet beserta dapur rumahnya yang lebih layak dan Aman bagi keluarganya.
Disclaimer: Dana yang terkumpul akan digunakan untuk menebus Ijazah sekolah Maida, membangun toilet dan dapur di rumah Pak Wahyu serta memberikan modal usaha untuk Bu Dedah dan jika terdapat kelebihan dana akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan para Dhuafa serta Program-program Yayasan Sinergi Kebaiakn Ummat.
DEMI TEBUS IJAZAH ANAKNYA, AYAH DIFABEL BERJUANG BERJUALAN OPAK
terkumpul dari target Rp 50.000.000