BANTU LANSIA TUKANG PENCARI KAYU BAKAR, RAWAT CUCUNYA TAK MILIKI KELOPAK MATA
terkumpul dari target Rp 40.000.000
Kaki renta Mak Aat setiap hari harus berjalan menapaki jalan setapak ke arah kaki Gunung Cikuray Garut sejauh lebih kurang 4 km dari rumahnya. Jalan setapak yang curam, berkelok, bahkan licin jika sedang musim hujan tentunya sangat mempersulit beliau dalam mencari kayu bakar.
Setelah sampai, Ia pun mulai mematahkan ranting-ranting pohon yang ditemui dengan tangannya yang sudah tak sekuat dulu, namun terus Ia lakukan tanpa lelah. Dari kayu bakar yang Mak Aat dapat, biasanya ia mendapatkan 25 ribu rupiah, atau tergantung banyak sedikitnya kayu yang ia kumpulkan. Tak jarang tanganya berdarah karena tertusuk duri maupun ranting pohon, namun mau tidak mau semua itu harus tetap ia lakukan.
Terkadang Mak Aat juga menjadi dibayar untuk merawat kebun orang lain. Itu ia lakukan jika ada tetangganya yang menyuruh saja, dari pekerjaan yang bisa ia lakukan hampir seharian itu, Mak Aat biasa menerima upah hanya 20 ribu rupiah. Meski demikian, Mak Aat melakukannya tanpa mengeluh sedikitpun, hal itu semata-mata demi bisa memberi makan kedua cucunya yakni Ganjar (7 tahun) dan Fitri (4 tahun) yang saat ini ia rawat.
Di usianya yang kini menginjak 65 tahun, Mak Aat terpaksa masih harus bekerja menjadi tukang pencari kayu bakar atau kadang menjadi tukang kebun demi menghidupi kedua cucunya tersebut. Pekerjaan yang Mak Aat lakukan tentu bukan lah pekerjaan yang ringan, apalagi harus dilakukan seorang wanita lansia.
Mak Aat hanya tinggal bertiga dengan kedua cucunya di rumah panggung yang sudah usang. Orang tua Ganjar dan Fitri yakni Pak Gelar (29 tahun) saat ini berada di Cikarang bekerja menjadi buruh bangunan dengan upah hanya 149 ribu rupiah, itu pun belum dipotong untuk kebutuhan hidupnya selama di perantauan.
Sedangkan ibunya bernama Bu Anita (27 tahun) saat ini bekerja menjadi asisten rumah tangga di Bandung dengan upah 57 ribu rupiah per hari. Setiap bulannya, kedua orang tua Ganjar dan Fitri sering mengirimi uang, namun masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan biaya sekolah Ganjar yang saat ini bersekolah di TK sekitar rumahnya.
Sebelum merantau, Bu Anita sebelumnya berjualan cimol yang ia buat sendiri kemudian Ia titipkan ke warung-warung sekitar rumahnya di Garut, namun penghasilan dari penjualan cimolnya itu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
“Pengennya punya warung Pak, biar Ibunya gak perlu harus jauh-jauh kerja ke Bandung, karena kan kalau punya usaha di sini bisa sekalian merawat dan menjaga anak-anaknya terutama merawat Fitri yang kondisi matanya seperti itu, tapi mau gimana lagi,,, jangankan untuk modal usaha, buat ngobatin Fitri dan buat makan sehari-hari aja sangat sulit,” ungkap Mak Aat.
Itu lah alasan Bu Anita lebih memilih pergi merantau untuk bekerja meski harus meninggalkan anak-anaknya. Hal ini Ia lakukan karena Ia memiliki tekad ingin sekali bisa melanjutkan pengobatan Dek Fitri, anaknya yang kedua, yang sempat terhenti selama hampir 8 bulan karena ketiadaan biaya, terutama biaya akomodasi dari rumahnya di Garut ke rumah sakit rujukan yang berada di Bandung yang bisa menghabiskan biaya sekitar 600 ribu rupiah untuk sekali kontrol, uang tersebut Ia gunakan untuk bahan bakar ambulans, makan, serta kebutuhan lainnya selama 2 hari.
Padahal saat terakhir kontrol, Dokter menyarankan agar Dek Fitri segera melakukan tindakan operasi mata untuk mengecilkan bentuk matanya yang besar, yang disebabkan karena tidak memiliki kelopak mata dan jika operasi tesebut tidak segera dilakukan maka matanya akan rentan terhadap sinar ultraviolet matahari atau debu yang masuk langsung mengenai retina matanya. Hal ini tentunya akan sangat berbahaya jika terus terjadi, dikhawatirkan mata Dek Fitri akan mengalami kebutaan permanen. Menurut Dokter, saat ini pada mata fitri juga sudah mulai terdapat sel katarak yang bisa saja semakin meluas.
Namun malang bagi Dek Fitri, operasi tersebut tidak dapat dilakukan karena ketiadaan biaya, sebab biaya operasinya kemungkinan bisa mencapai puluhan juta yang tidak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Belum lagi Dokter juga menyarankan selama operasinya belum bisa dilakukan lebih baik Dek Fitri menggunakan kacamata khusus jika beraktivitas di luar rumah, hal ini agar retina matanya terlindungi dari sinar ultraviolet matahari dan debu yang masuk. Namun apalah daya, orang tua Dek Fitri tidak bisa membeli kacamata khusus tersebut karena harganya yang terlampau mahal baginya.
Kondisi Dek Fitri sendiri tidak memiliki kelopak mata sejak lahir dan di kepalanya dikhawatirkan mengalami gejala hidrosefalus, namun hal ini belum bisa dipastikan karena perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di rumah sakit. Tetapi lagi-lagi karena ketiadaan biaya hal itu belum bisa dilakukan sampai saat ini, dan jika tidak segera dilakukan pemeriksaan lanjutan, dikhawatirkan penanganan hidrosefalusnya terlampau terlambat.
Dampak dari tidak adanya kelopak mata membuat Dek Fitri tidak bisa keluar rumah secara bebas, sebab matanya begitu sensitif jika terkena sinar ultraviolet matahari secara langsung ataupun jika terkena debu. Akibatnya mata Dek Fitri akan mengalami iritasi hingga memerah.
Dampak lainnya juga Dek Fitri tidak bisa tidur dengan mata tertutup seperti orang pada umumnya, namun jika sedang tidur matanya akan terus terbuka, jadi jika ingin mengetahui Fitri sudah tidur atau belum, harus diperhatikan bola matanya bergerak atau tidak, jika tidak bergerak itu tandanya Dek Fitri sedang tidur, dan hal ini membuat neneknya harus terjaga sepanjang malam sebab jika mata Dek Fitri terkena sengatan serangga atau gigitan nyamuk dikhawatirkan akan membahayakan kondisi matanya.
Akibat lainnya ialah, saat ini di mata Dek Fitri terdapat katarak yang disebabkan karena Ia sering mengucek matanya menggunakan tangan, sehingga matanya tertusuk kukunya yang mengakibatkan luka yang membesar, dan luka tersebut berubah menjadi bercak putih seperti katarak di Mata sebelah kirinya. Ditambah lagi akibat dari kondisi kelainan tersebut, Ia menjadi bahan olok-olok orang lain ketika sedang berada di luar rumah, dan hal ini juga menjadi salah satu alasan kenapa Ia dilarang keluar rumah terlalu jauh oleh neneknya,
‘’iya Pak kalau lagi di luar rumah tu, suka ada aja yang ngomong ihhh matanya gitu, aneh!,atau banyak yang liatin dengan sinis, kadang saya juga ngerasa gimana, sedih ada tapi ya mau gimana lagi, jadi suka kasihan ke Fitri…” ungkap Mak Aat.
Karenanya, Ganjar, kakak Dek Fitri, begitu rajin mendo’akan adiknya tersebut. Ia berharap sekali agar adiknya bisa cepat sembuh dan ibunya segera punya uang untuk biaya operasi, dengan begitu adiknya akan segera memiliki mata yang normal seperti anak-anak lain pada umumnya.
SahabatKu melalui galang dana ini, mari kita wujudkan harapan Mak Aat, Bu Anita dan Ganjar terhadap kesembuhan Dek Fitri, selain itu melalui galang dana ini juga Kita dapat memberikan modal usaha kepada Bu Anita sehingga Ia bisa memiliki penghasilan sambil merawat kedua anaknya Ganjar dan Dek Fitri.
Disclaimer: Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu memenuhi kebutuhan bulanan Mak Aat sekeluarga, pemenuhan penunjang kesehatan Dek Fitri dan modal usaha Bu Anita. Dan apabila terdapat kelebihan dana, nantinya dana tersebut akan disalurkan ke penerima manfaat serta program lainnya yang berada di bawah naungan Yayasan Sinergi Kebaikan Ummat
BANTU LANSIA TUKANG PENCARI KAYU BAKAR, RAWAT CUCUNYA TAK MILIKI KELOPAK MATA
terkumpul dari target Rp 40.000.000