
Perjuangan Raditya Menahan Lelah Demi Pendidikan dan Harapan
terkumpul dari target Rp 50.000.000
“Hari ini, jika ia berhenti, bukan hanya masa depannya yang terancam, tapi juga satu-satunya keluarga yang ia punya.”

Raditya baru berusia 14 tahun. Seharusnya masa remaja seindah langit biru di siang hari penuh tawa bersama teman sebaya, duduk di bangku sekolah dengan seragam rapi, dan menyimpan cita-cita setinggi bintang. Namun, hidup berkata lain.
Setiap pagi, alih-alih menyiapkan buku pelajaran, Raditya harus menyiapkan langkah kakinya. Menyusuri jalanan kampung, menenteng dagangan sederhana, dengan harapan bisa membawa pulang sedikit rupiah. Panas terik membakar kulit, hujan deras membasahi tubuh kecilnya, namun ia tak pernah benar-benar berhenti. Bukan karena ia kuat, melainkan karena ia tidak punya pilihan.

Banyak orang menatap iba. Ada pula yang mengejek. Tapi Raditya tetap menunduk, melangkah lagi, karena ia tahu jika ia berhenti, bukan hanya sekolahnya yang hilang, tapi juga masa depan satu-satunya keluarga yang ia punya.

Uwa Iis, seorang perempuan berusia 60 tahun, adalah pelabuhan terakhir Raditya. Sejak orang tuanya berpisah ketika ia baru berusia 3 tahun, Raditya tumbuh tanpa ayah dan tanpa ibu. Di tengah kesepian itulah ia dipertemukan dengan Uwa Iis. Meski tak terikat darah, kasih sayang yang terjalin di antara mereka begitu tulus. Uwa Iis merawatnya seperti anak kandung, dan Raditya pun berusaha membalas dengan menjadi penopang kecil di masa tuanya.
Namun, hidup mereka jauh dari kata cukup. Dari hasil berjualan yang kadang hanya Rp10.000–Rp20.000 sehari, Raditya harus pintar-pintar mengatur. Sebagian kecil ia sisihkan untuk biaya sekolah yang masih ia impikan, sisanya dipakai untuk makan seadanya bersama Uwa Iis.

Sungguh berat. Saat teman-temannya sibuk menghafal pelajaran, Raditya justru harus memikul beban kehidupan orang dewasa.
Raditya akhirnya terpaksa putus sekolah. Bukan karena ia malas, bukan karena ia menyerah, melainkan karena biaya tak pernah cukup. Ia hanya bisa menahan air mata ketika melihat teman-temannya tetap bersekolah, sementara dirinya berhenti di tengah jalan.
Namun, ada satu hal yang tak pernah padam tekadnya. Raditya ingin kembali bersekolah. Ia percaya pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar dari lingkaran keterbatasan. Satu-satunya harapan untuk memperbaiki hidupnya, dan menjaga Uwa Iis yang ia cintai.

Mimpinya sederhana ia ingin lulus sekolah, lalu kelak membuka warung kecil di rumah Uwa Iis. Bukan untuk mengejar kemewahan, tapi agar ia bisa mandiri, dan membalas kasih sayang perempuan yang selama ini menjadi “ibu” baginya.
Namun, semua mimpi itu bisa padam kapan saja jika hari ini ia berhenti.
Hari ini Raditya masih berjalan. Menenteng dagangan di tangannya, menahan lelah di kakinya, sambil berdoa dalam hati agar ia bisa kembali duduk di bangku sekolah.
Apakah Raditya masih punya kesempatan untuk melanjutkan sekolah?
Jawabannya ada di tangan kita.
Insan Baik, mari bersama-sama bantu Raditya. Bantu ia menjaga cita-cita. Bantu Uwa Iis merasakan tenang di masa senjanya. Karena dengan sedikit uluran tangan kita, kita tidak hanya menyelamatkan masa depan seorang anak, tapi juga hati seorang wanita tua yang telah memberikan kasih sayang tanpa batas.
Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk biaya Pendidikan dan modal usaha. Juga akan digunakan untuk penerima manfaat dan program sosial kemanusiaan lainnya dibawah naungan Amal Baik Insani.
Perjuangan Raditya Menahan Lelah Demi Pendidikan dan Harapan
terkumpul dari target Rp 50.000.000
