Perjuangan Ibu Dwi dalam Merawat Anak Down Syndrome
terkumpul dari target Rp 50.000.000
Aji Danuwenda, anak pertama dari Almarhum Pak Maniro Wiji Rahardjo dan Ibu Dwi Murtini, lahir dengan diagnosa Down syndrome. Namun, penanganan kesehatannya tertunda karena pandemi Covid-19, menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan dan perawatan kesehatannya. Kedukaan Ibu Dwi Murtini bertambah saat suaminya meninggal dua tahun yang lalu akibat komplikasi sakit jantung dan diabetes. Sejak saat itu, ia berjuang sendirian untuk mencari nafkah dan merawat Aji, yang kini berusia 4 tahun.
Meski usianya bertambah, perkembangan Aji belum sesuai dengan usianya. Ia belum bisa bicara, mengunyah makanan, dan jalannya pun belum sempurna. Selain Down syndrome, Aji juga didiagnosis dengan ADHD, hyperaktif, dan autisme. Ia sering mengamuk, tantrum, dan membuang barang-barang di rumah. Meskipun rutin kontrol ke dokter dan terapi wicara serta okupasi, Aji belum mendapatkan jadwal terapi karena antrian yang panjang.
Sebagai orangtua tunggal, Ibu Dwi tidak hanya mengurus Aji, tetapi juga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keseharian mereka. Kebutuhan Aji, seperti pampers, susu, dan biaya transportasi ke rumah sakit, menjadi prioritas bulanan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Ibu Dwi menjual jamu herbal di siang hingga sore hari dan bekerja sebagai buruh membungkus kecambah di malam hari. Penghasilannya sebagai tukang jamu keliling tidak cukup diandalkan, dengan upah sebesar 30 ribu per hari.
Perjuangan Ibu Dwi dalam Merawat Anak Down Syndrome
terkumpul dari target Rp 50.000.000