Sharing Happiness
  • Donasi
  • Zakat
    • Zakat Penghasilan
    • Zakat Perdagangan
    • Zakat Emas
    • Zakat Simpanan
  • Infaq
  • Wakaf
Masuk atau Daftar
Pemberitahuan
  • Lihat semua
  • Lihat Semuanya
  • Lihat semua
Home
Donasi
Zakat
Infaq
Wakaf
Masuk
Pusat Bantuan
Tentang Kami
Abah Eman Berjuang Di Sisa Nafas Demi Sang Istri - 21671

Abah Eman Berjuang Di Sisa Nafas Demi Sang Istri

Rp 0
terkumpul dari target Rp 50.000.000
0% tercapai 102 hari lagi
Amal Baik Insani
 Share DONASI
Bantu sebarkan via :
SHARES
  • Detail
  • Info Terbaru
  • Donatur
  • Fundraiser

“Kalau saya berhenti, siapa yang akan kasih makan istri saya?” – Pa Eman


Pagi itu, matahari baru setinggi jemari, tapi peluh sudah membasahi dahi Pa Eman. Di tangannya, keranjang rotan tua yang warnanya sudah pudar. Langkahnya pelan, sesekali berhenti, menunggu napasnya kembali teratur. Sesak napasnya kian sering menyerang. Namun di dalam hati, ia tahu: hari ini harus tetap dijalani.



Di usia 73 tahun, tubuhnya sudah renta. Tulang punggungnya membungkuk, lututnya sering bergetar saat berjalan, dan napasnya pendek-pendek. Tapi Pa Eman tidak punya pilihan. Ia harus tetap memikul beban hidup sendirian.


“Capek itu biasa… yang penting nggak kelaparan.”



Setiap pagi, ia memeriksa sisa hasil bumi dari hari sebelumnya sayur yang mulai layu, jagung yang kulitnya mengering, singkong yang warnanya memucat. Semua ia tata dengan rapi di keranjang. Modalnya makin menipis, sehingga dagangan yang dibawa pun tak banyak. Tapi ia tetap berusaha agar keranjang itu penuh walau tidak penuh dengan keuntungan, setidaknya penuh dengan harapan.


Siang hari, Pa Eman menyusuri jalan kampung. Mengetuk pintu demi pintu, menawarkan dagangannya dengan senyum yang tak pernah benar-benar hilang, walau sering dibalas dengan gelengan kepala.



Tak jarang, dagangan yang dibawa pulang masih utuh. Bukan karena ia tidak berusaha, tetapi karena hari itu memang tak ada yang membeli. Dalam kondisi seperti itu, Abah sering menukar sayur-sayurnya dengan seliter beras dari tetangga atau warung terdekat. Tidak ada uang yang berpindah tangan, hanya barter sederhana demi memastikan ada yang dimasak untuk makan malam.


“Yang penting bisa makan. Saya mah apa adanya aja.”



Kadang, kalau tak ada yang mau menukar atau membeli, ia memilih memberikan sayurnya kepada tetangga.

“Daripada dibuang, mending ada yang makan. Rezeki itu bukan cuma yang kita terima, tapi juga yang kita bagi.”


Di rumah, Mak Icih istrinya menunggu dalam sunyi. Rumah mereka sederhana, berdinding bambu yang sudah lapuk, atap yang bocor bila hujan. Mak tak lagi seperti dulu. Penglihatannya buram, pendengarannya nyaris hilang sejak panas tinggi menyerangnya beberapa bulan lalu. Untuk berjalan, ia harus meraba dinding rumah.

Pa Eman tak pernah membiarkan Mak Icih ikut memikul beban.


“Saya laki-laki. Saya harus yang maju. Kalau saya nyerah, nanti Mak gimana?”



Namun tubuh renta tak bisa terus dipaksa. Sesak napasnya makin sering, kakinya semakin lemah. Setiap malam, saat semua orang terlelap, ia duduk di pojok rumah, memijat kakinya sambil memandang Mak Icih yang tertidur. Ia tidak takut mati yang ia takutkan hanyalah meninggalkan istrinya sendirian tanpa ada yang merawat.


Pagi berikutnya, ia kembali bangun. Keranjang tua itu kembali ia isi. Langkahnya tertatih, tapi hatinya tetap kukuh.


“Kalau Allah masih kasih saya bangun pagi, berarti masih ada rezeki yang harus saya jemput.”



Di dunia yang serba sibuk, kisah seperti Pa Eman sering terlewatkan. Kita melihatnya hanya sebentar lalu berlalu. Tapi hari ini, kita bisa berhenti sejenak… dan menjadi bagian dari kisahnya.


Keinginan Abah sederhana. Ia hanya ingin bisa makan setiap hari bersama istrinya, dan memperbaiki rumah agar Mak Icih bisa tinggal dengan nyaman tanpa takut kedinginan atau kebocoran saat hujan.


“Saya nggak minta banyak… asal bisa makan sama Mak tiap hari, rumah nggak bocor, saya sudah bersyukur.” 


Insan Baik, Di sisa napasnya, Abah masih berjuang demi istrinya. Saatnya kita hadir dan meringankan langkahnya. Mari jadi bagian dari harapan Abah Eman dan Mak Icih. Bantuanmu hari ini bisa menjadi nafas baru di sisa usia mereka.


Jangan tunggu sampai Pa Eman benar-benar tak sanggup melangkah. Hari ini, kita bisa menjadi alas yang menopang langkahnya, menjadi nafas panjang di sisa usianya.


Bersama, kita bisa memastikan Pa Eman dan Mak Icih tidak lagi berjuang sendirian.


Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk sandang pangan dan memperbaiki rumah Abah. Juga akan digunakan untuk penerima manfaat dan program sosial kemanusiaan lainnya dibawah naungan Amal Baik Insani

Disclaimer : SharingHappiness.org tidak mewakili dan tidak bertanggung jawab atas segala bentuk informasi pada halaman campaign ini, karena informasi di atas sepenuhnya milik campaigner (penggalang dana).
Campaign ini belum memiliki info terbaru
Campaign ini belum memiliki Donatur

DONASI SEKARANG
Galang Dana sebagai Fundraiser

Jadi Fundraiser

Abah Eman Berjuang Di Sisa Nafas Demi Sang Istri

Kp.pojok, Desa.purabaya, Kec.purabaya
Amal Baik Insani
Rp 0
terkumpul dari target Rp 50.000.000
0% tercapai 102 hari lagi
Bantu sebarkan via :
SHARES
Bantu campaign ini dengan menjadi Fundraiser
Jadi Fundraiser
Campaign ini mencurigakan? Laporkan
Mau galang dana online seperti ini? Gratis!
Embed Code
<iframe src="https://be.sharinghappiness.org/embed/berjuangdisisanafas" frameborder="0" width="100%" height="300"> </iframe>

Selamat campaignmu sudah live dan siap menerima donasi

Ajak teman dan keluarga untuk berdonasi dengan membagikan link dibawah ini

Copy

atau share via

facebook whatsapp

SharingHappiness.org

  • Syarat & Ketentuan
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Tim Kami

Donasi

  • Cara Donasi
  • FAQ

Program

  • Galang Dana
  • Campaign
  • Zakat

Yayasan Berbagi Bahagia

Jl. Jati Indah V No. 5 RT 10 RW 11
Kel. Gumuruh, Kec. Batununggal,
Kota Bandung, Jawa Barat 40275

SH Logo
© 2015-2025, Sharing Happiness All Reserved