Namanya Tsabit, memiliki arti, kokoh atau tangguh. Seperti arti pada namanya, Tsabit memang anak yang tangguh, diusianya yang belum menginjak tiga tahun itu Tsabit harus rela kehilangan satu penglihatannya akibat tumor yang dideritanya. “Matanya terus membesar dan tidak bisa terbuka. Tsabit harus nahan sakit dimatanya, kadang benjolannya juga suka ngeluarin darah dan nanah. Ibu suka kasian sama Tsabit karena pasti sakit dan ga nyaman dengan kondisi kaya gitu. Tapi Tsabit kuat, ga mau nyusahin Ibunya” tangis Ibu Tsabit ketika menceritakan kondisi Tsabit.

Tumor di mata Tsabit berawal saat Tsabit masih bayi dan memiliki bentuk mata kucing. Ketika Tsabit umur satu tahun, mata Tsabit tidak bisa terbuka saat bangun tidur, Ibu Tsabit mengira sakit mata biasa dan membawanya ke puskesmas terdekat, namun pihak puskesmas merujuk Tsabit ke rumah sakit besar untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hati Ibu Tsabit hancur dan tak karuan setelah pergi ke rumah sakit dan mendengar Tsabit terkena tumor mata. Tsabit harus melakukan banyak rangkaian pemeriksaan, dari mulai CT Scan, kemoterapi, dan operasi. Bahkan setelah operasi pun Tsabit harus tetap menjalankan kemoterapi. Rangkaian pemeriksaan yang panjang ini membuat Ibu Tsabit banyak khawatir tentang kondisi fisik Tsabit yang harus bolak balik Bandung-Garut serta kondisi ekonomi yang tidak mencukupi untuk melakukan pemeriksaan yang panjang itu.

Pemasukan keluarga Tsabit hanyalah dari hasil jualan gorengan ayah sambung Tsabit. Ayah sambung Tsabit berjualan gorengan pinggir jalan setiap harinya dan hanya mengantongi tidak lebih dari seratus ribu rupiah. Dengan pendapatan yang kecil itu, Ibu dan Ayah Tsabit harus tetap membagi untuk sehari-hari dan untuk pengobatan Tsabit. Ibu dan Ayah Tsabit tidak akan menyerah untuk terus mengobati Tsabit. Ibu dan Ayah Tsabit tidak tega lagi Tsabit harus menahan  sakit di matanya.