Menjadi tulang punggung keluarga dengan dikaruniai fisik yang istimewa sedari kecil membuat Pak Simat tidak pernah menyerah. Walau sering dicemooh pun..

Pak Simat (58 tahun) penjual tisu di emperan jalan yang penuh tekad dan semangat, setiap hari berjualan dari pagi hingga larut malam demi bisa menghidupi keluarga kecilnya.

Dengan kondisi tangan dan kaki yang tidak tumbuh sempurna, dia tetap melangkah bersama sepeda motor yang sudah dimodifikasi agar mudah dikendarai olehnya. Pak Simat harus menempuh jarak 20 kilometer ke perkotaan.

Sulit bagi Pak Simat menempuh jarak jauh dengan keterbatasannya. Tantangan juga terjadi saat dia berjualan tisu dimana banyak orang yang mengira Pak Simat hanya minta belah kasih, mengemis untuk menghidupi keluarganya.

“...sudah biasa mas dikira pengemis. Nggak kok..saya nggak sakit hati atau jadi patah semangat”, ucap Pak Simat dengan senyuman tulusnya.

Harga satu tisu Rp 8.000, Pak Simat mendapatkan keuntungan Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Harga yang sudah murah pun, terkadang orang-orang lebih suka membeli di toko ketimbang Pak Simat yang hanya menjajakan dagangannya beralaskan kardus.

Penghasilan Pak Simat dalam sehari berkisar Rp 25.000 sampai Rp 50.000, itu pun kalau ramai, begitulah katanya.

Tak jarang Pak Simat pulang dengan tangan kosong. Jika sudah seperti ini, biasanya sang istri meminjam beras milik tetangga..itulah usaha terakhir yang bisa dilakukan keluarga kecil ini dengan harapan perut mereka selalu terisi.

Begitu besar tanggung jawab Pak Simat, terlebih dia memiliki anak yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Sekuat hati Pak Simat berjuang agar anaknya bisa sekolah setinggi-tingginya dan memiliki kehidupan lebih baik dari dirinya.

#TemanBerbagi, Pak Simat sebenarnya ingin memiliki toko serba ada di rumahnya sendiri untuk mencukupi kebutuhan harian. Namun modalnya belum terkumpul. Setiap penghasilan yang didapat, semuanya digunakan, tak bisa ditabung 1 perak pun.