Sambung Hidup Dari Hasil Jualan Kerupuk
terkumpul dari target Rp 100.000.000
“Saya tetap ingin usaha sendiri tidak mau minta-minta, Nak. Untung tidak seberapa asal saya bisa makan. Asal ada nasi sama garam saja udah syukur alhamdulillah.” -Mbah Sopi’ah (92th), Penjual Kerupuk Keliling
Keringat membasahi, kaki tangan bergetar karena usia, dan nafasnya tersengal setelah berjalan hampir 15 km. Sejak pagi hingga matahari mulai terbenam, dari 6 kg kerupuk yang ia bawa, baru 2 bungkus yang terjual. Tubuh 92 tahunnya tak kuat lagi keliling menjajakan dagangannya.
Namanya Mbah Sopi’ah. Untuk memastikan bakulnya terus terisi beras, selama 35 tahun Mbah berkeliling seluruh Kota Bojonegoro, menawarkan kerupuk yang Mbah panggul sendiri. Dari setiap bungkus kerupuk, Mbah Sopi’ah hanya ambil untung Rp1000 saja. Itu pun terpaksa harus Mbah diskon ketika kerupuknya belum banyak yang terjual
Sejak kematian suami dan anak satu-satunya, Mbah Sopi’ah kini sebatang kara bertahan dan menghidupi dirinya sendiri di rumah gubuk peninggalan suami. Mulai pukul 07.00 sampai sore hari, Mbah akan berjalan sejauh 15 km. Tak jarang Mbah pulang tanpa bawa uang sepeser pun.
“Dagangan kerupuk saya pernah dibawa lari orang nggak dikenal waktu saya tinggal ambil beli minum. Mau lari ndak sanggup, mau teriak ndak kuat. Saya cuman bisa sabar. Hari itu berarti saya nahan lapar pake minum air putih aja,” pilu Mbah Sopi’ah.
Menangis meratapi nasibnya tak akan seketika membuat hidupnya berubah. Terpaksa hari itu Tak ada sepeser rupiah untuk dibelikan beras hari itu. Kondisi tubuh yang renta, seharusnya tak lagi menuntut Mbah Sopi’ah untuk terus bekerja. Fisiknya sudah tak kuat lagi berjalan jauh. Berbagai penyakit karena usia sudah mulai terasa. Mbah Sopi’ah seharusnya di rumah saja.
“Kalau diam saja ya ndak bisa beli beras. Saya hanya bisa sabar. Saya percaya Allah tidak tidur dan akan menolong saya lewat tangan orang-orang baik”
Sambung Hidup Dari Hasil Jualan Kerupuk
terkumpul dari target Rp 100.000.000