Bantu Ringankan Beban Para Difabel Pejuang Keluarga
terkumpul dari target Rp 85.000.000
Halo #TemenBaik
Bagaimana kabarnya ? Semoga selalu penuh berkah dan senantiasa diberikan rezeki serta kesehatan ya. Namun, tentu tidak semua orang bisa merasakan berkah yang temen-temen rasakan. Ada yang sedang berjuang melawan sakit, ada yang sedang menahan lapar karena tidak mampu membeli makanan, ada pula yang sedang berjuang ditengah keterbatasannya. Seperti halnya para difabel ini.
Abah Pe'i (75Thn)
Tangan buntung menjadi saksi bisu perjuangan Abah Pe’i sebagai penjaga makam (Kuburan)
Bagi Abah uang 10 ribu sangatlah berharga, itu adalah upahnya seharian bekerja membersihkan kuburan warga. dengan itu ia bisa beli beras meski hanya cukup untuk makan 1 kali sehari.
Setiap hari Abah bekerja membersihkan rumput dan dedaunan yang mengotori kuburan, dengan keterbatsan tangan (buntung) Abah gak pernah menyerah untuk terus berjuang dan bertahan hidup.
Usia Abah sudah tua dan tenaga semakin renta tapi Abah tak terus berusaha. Tak jarang Abah suka ketiduran karena capek membersihkan makam ditambah perutnya yang lapar ditahan.
“Tangan Abah buntung mau kerja apa ? ekonomi juga susah, ini yang bisa abah lakukan. Bagi Abah Ikhlas menerima dan terus berusaha adalah kunci untuk terus bertahan hidup”. Ungkap Abah Pe’i
Hidup Abah Pe’i di masa tuanya betul-betul penuh perjuangan. Hari-harinya cuma mampu makan sehari 1 kali untuk mengganjal perut laparnya, Abah harus habiskan tenaga yang begitu banyak untuk mencangkul rerumputan yang ada di makam.
Pak Sudin (45 thn)
Beliau merupakan seorang tunanetra yang gigih berjuang sendiri di tengah keterbatasannya. baginya selama tangan dan kaki masih bisa bergerak maka ia akan terus berusha mencari rezeki demi terus sambung hidup.
baginya pantang untuk meminta-minta belas kasihan orang lain, berbekal kemampuanya ia buat sapu itu seorang diri. satu demi satu ia rangkai sambil meraba-raba karena ia tak mampu melihat.
“Iya mas, saya buat sapunya sendiri terus saya bawa jualan keliling jalan kaki. kalo siang anak saya ikut jualan karena sudah pulang sekolahnya. ibu nya sudah gak ada mas, gak tau kemana”. Ungkap Pak Sudin
receh demi receh dari jualan sapu Pak sudin kumpulkan demi bisa makan dan biayain anaknya sekolah. setiap sapu yang laku ia untung 3000 rupiah. kalo sehari laku 10 ia bisa pulang bawa uang 30 ribu, tapi seringnya hanya laku satu atau dua saja.
Pak Usman (50 Thn)
Kaki pendek, Jalan terpincang-pincang keliling seharian menawarkan jasa service Hp cuma dapet 25000. Rela tahan lapar demi bisa ibu sakit berobat.
Jadi tulang punggung keluarga, selain menghidupi anak dan istrinya ia juga harus berjuang merawat ibunya yang sudah tua dan sakit.
Dari kecil kaki Pak Usman sudah terlahir dengan kaki yang pendek. Dulu Pak Usman bisa keliling jalan kaki 10-15 Km setiap hari untuk menawarkan jasa service hp dll, tapi satu tahun lalu pak usman pernah kecelakaan saat keliling kaki kanannya terperosok masuk lubang sehingga lututnya patah dan bergeser ke bawah, sejak saat itu ia tak bisa keliling jalan jauh.
Pak Hendar (55 thn)
kejadiaan naas tertimpa longsor yang membuatnya harus kehilangan satu kakinya. sejak saat itu ia tidak bisa bekerja seperti orang pada umumnya.
berbekal kemampuan mengesol sepatu, ia mulai bangkit dari keterpurukan. langkah demi langkah ia pacu meski dibantu oleh tongkat, ia berkeliling menjajakan jasanya untuk sol sepatu.
Namun berjuangan dengan kondisi seperti itu bukanlah hal yang mudah. seringkali ia tak dapat pelanggan meski sudah keliling berjalan. Pak Hendar tak pernah menarif jasa solnya, ia merelakan berapapun dibayar oleh pelanggannya.
#TemenBaik, kisah di atas hanyalah 4 dari kisah pilu dan beratnya perjuangan para disabilitas untuk terus lanjutkan hidup, Yuk berbagi ringankan beban mereka.
Bantu Ringankan Beban Para Difabel Pejuang Keluarga
terkumpul dari target Rp 85.000.000