
Tumpukan Sampah Penopang Hidup Seorang Ibu
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Anak sekecil Ramdani harus ikut bergelut dengan waktu membantu sang ibu dalam pencarian nafkah, ia tak bisa menikmati waktu di usia kecilnya. Untuk sekedar bertahan hidup ia terpaksa ikut ibu mencari rongsokan di jalanan dan di tempat-tempat sampah
"Jadi seorang pemulung bukan keinginan saya, tapi keadaanlah yang memaksa untuk jadi pemulung" itulah kata-kata yang terlontar dari ibu Yuni Kurniasih
Yuni Kurniasih (40 tahun) adalah seorang ibu yang harus berjuang mempertahankan hidup demi sesuap nasi dijalanan bersama anaknya yang masih kecil yaitu Ramdani (6 tahun) sejak ayahnya meninggalkan mereka begitu saja.
*Yang saya takutkan, saya gak bisa bayar kontrakan, sehingga saya harus tidur di emperan toko, kasian anak saya pak kalau itu sampai kejadian, bulan sekarang adalah bulan terakhir jika saya tidak membayar kontrakan dan saya tidak boleh pindah sebelum bayar tunggakan beserta kelebihan harinya* "ungkap Bu Yuni sambil memeluk erat anaknya
Kini ia harus berjuang setiap harinya agar bisa bayar kontrakan dan sekolah TK anaknya, 20 ribu yang ia dapatkan dari hasil pulunganya, ia sisihkan sebagian untuk makan berdua, sisanya ia simpan untuk bayar kontrakan dan sekolah Ramdani, namun akhir-akhir ini, hasil pulunganya sangatlah sulit, karena banyak dijegal sesama pemulung.
Walau keadaan serba morat-marit, panas terik matahari, bau tidak sedap di tempat sampah, itu semua hanya demi sang buah hatinya agar bisa mendapatkan hak pendidikanya di sekolah, sehingga cita-cita anaknya yang ingin menjadi masinis tercapai.
Pada saat saya menemuinya, hari itu ia hanya mendapat uang Rp 7.000,- saya tanya ;_ibu, gimana dengan pendapatan hari ini, uang segitu bisa untuk makan kalian berdua?_*_Alhamdulillah bisa pak, kebetulan masih ada sisa telor dadar yang tadi pagi karena selalu begitu kalau saya bikin telor dadar itu dibagi dua, untuk pagi dan sore yaa paling sekarang tinggal beli nasi nya aja pak_*."ungkap Bu Yuni
Sekarang, mereka berdua tinggal di rumah kontrakan yang nyaris terusir karena tidak bisa melunasi tunggakan bulan kemarin di tambah bulan sekarang belum bayar.
Sementara Anita Faradila (21 tahun) kakak nya Ramdani sudah lama tinggal di Jawa dia tidak bisa pulang karena kena lockdown ketika bermain bersama temannya, ketika waktu itu, Bu Yuni masih jualan di Karawang. Dan karena mendapatkan perlakuan tidak baik dari saudara nya. *Waktu suami menelantarkan saya dan anak-anak, saya ikut numpang di saudara pak, dia bilang gini, _"kalau gini terus mah saya saya keberatan"_, dari situlah saya ngadu nasib di bandung menjadi seorang pemulung untuk mempertahankan hidup* "ungkap Bu Yani dengan nada terbata-bata
Sahabat, Alhamdulillah mungkin sampai saat ini kita masih mampu memberikan kebahagiaan untuk anak-anak kita, berbeda dengan ibu Yuni yang harus memikul beban dipundaknya seorang diri dengan menjadi pemulung, agar bisa menyekolahkan anaknya dan tidak harus tidur di emperan toko. Maka dari itu yuk ah kita ungkapkan rasa syukur kita kepada sang maha pemberi rizqi dengan menyedekahkan sebagian rezeki yang kita miliki saat ini, untuk membantu ibu Yuni memiliki usaha yang layak, agar Ramdani tetap bisa sekolah.
Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan di gunakan untuk modal usaha ibu Yuni dan segala kebutuhan lainnya. Selain itu, akan digunakan untuk implementasi program dan para penerima manfaat lainnya di bawah naungan Yayasan Global Sedekah Movement.


Tumpukan Sampah Penopang Hidup Seorang Ibu
terkumpul dari target Rp 100.000.000