Kasihan Anak-Anak Saya Sering Di Sebut Gila
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Story Keluarga Pak Pudin dan Mak Eti
"Kasihan anak-anak saya sering di sebut gila, tetanggapun enggan datang berkunjung karena takut entah jijik mungkin melihat keluarga kami" Mak Eti menyampaikan sambil tertunduk.
Keluarga Pak Pudin (61) dan Mak Eti ( 54) harus menelan pil pahit karena semua anak mereka menderita tuna grahita atau orang dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata dibanding orang pada umumnya.
Uus (30) hanya mengenyam pendidikan sampai SD kelas 2, karena sering di bully dan tidak dapat mengikuti pelajaran. Kini ia hanya bisa bekerja membantu sang ibu mencari kayu bakar dan memulung. Ia pernah bekerja menyortir sampah dengan upah Rp5000 dalam sehari, akhirnya Mak Eti melarangnya untuk kembali bekerja.
Sementara sang adik Hendar (24) sama sekali tidak bersekolah, karena sulit berkomunikasi. Sehari-hari ia hanya luntang-lantung kesana kemari atau membantu orang tua alakadarnya itupun jika ia mengerti perintahnya.
Mariah (19) kondisinya paling memprihatinkan karena mengalami kelumpuhan Otak, ia tidak dapat berdiri bahkan seluruh badannya kaku dan tidak dapat berbicara. Ia hanya bisa duduk dan untuk berpindah tempat pun harus mengesot atau di angkat oleh sang Ibu. Mariah sama sekali tidak pernah bersekolah.
Sedangkan si Bungsu Mutoharoh (13) saat ini bersekolah kelas 3 SD, meski tak mampu mengikuti pelajaran umum. Setiap hari Ia masih semangat untuk berangkat sekolah, Mutoharoh adalah sosok yang paling ceria dan senang berceloteh dibandingkan ke tiga kakaknya.
Keluarga ini tinggal di sebuah gubuk semi permanen yang jauh dari kata layak dan berdesakan, jangankan perabotan, pakaian pun hanya di simpan begitu saja dalam karung bekas. Hanya dua buah kasur tipis dan kusam yang tampak di dalam rumah.
Bahkan kamar mandinya pun menyatu dengan dapur, tanpa sekat atau penghalang. Gelap, pengap serta tiang-tiang yang lapuk semakin menegaskan segala keterbatasan mereka. Bukan tidak mau membawa anak-anaknya periksa ke dokter atau memberi kehidupan yang layak. Tapi penghasilannya sebagai buruh pas-pasan hanya cukup untuk makan.
Penghasilannya hanya Rp30.000 sampai Rp40.000, itupun jika mereka sehat dan ada orang yang meminta jasanya. Jika tidak ada makanan keluarga ini harus bertahan hidup dengan merebus singkong dan daun-daunan yang ada di sekitar hutan di dekat rumah mereka.
Bahkan saat kami datang berkunjung dan membawa buah tangan Alakadarnya, mereka terlihat lahap menyantap apa yang kami bawa. Seolah sudah beberapa hari mereka belum makan, bahkan Hendar langsung memakan mie instan yang kami bawa tanpa di masak, Mariah pun ikut menyantapnya.
Sedangkan kondisi Pak Pudin dan Mak Eti tidak kalah memprihatinkan, Pak Pudin mengalami benjolan dan kebongkokan di tulang belakang akibat terjatuh saat memanggul Kayu. Sedangkan mak Eti memiliki benjolan sebesar kepalan tangan orang dewasa di perut kirinya.
"Sakit ya sakit cuman gak pernah di rasa, kalau di rasa nanti kita gak kerja, kalau gak kerja anak-anak kami mau makan apa" Ungkap Mak Eti dan Pak Pudin menanggapi pertanyaan kami.
Insan Baik, mari bantu menghadirkan kehidupan yang lebih layak untuk keluarga pak Pudin dengan memberikan doa dan donasi terbaik kita. Sekecil apapun donasi yang di berikan akan sangat bermanfaat untuk keluarga ini.
Disclaimer: Donasi yang terterkumpul akan di pergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga Pak Pudin serta untuk penerima manfaat lain yang berada dalam pendampingan Yayasan Amal Baik Insani
Kasihan Anak-Anak Saya Sering Di Sebut Gila
terkumpul dari target Rp 100.000.000