“Dulu saya ngojeg di pangkalan, tapi karena sudah sepi penumpang dan mata saya rabun, jadi sudah setahun ini saya mengamen seperti ini. Rasa malu pasti ada, tapi Mbah lebih takut kalo istri dan cucu di kampung tak dapat kirimin uang dari saya”, ucap Mbah Budiono.

Mbah Budiono saat ini berusia 69 tahun, tetapi usianya tidak menyurutkan semangatnya untuk mencari nafkah untuk menghidupi istri dan cucunya di kampung, Malang. Menari-nari kecil mencoba menghibur orang-orang yang lewat, berdiri di depan sebuah toko dari siang sampai malam di daerah Tangerang.

Penghasilannya tidak seberapa, berkisar Rp20.000-30.000/hari. Itu pun harus dibagi antara kebutuhan makan dan kontrakan Mbah, kiriman untuk keluarganya di kampung, dan membayar hutang almarhum anaknya. Mbah mencoba menghemat sebanyak mungkin, roti murah dan mie instan menjadi favoritnya untuk dimakan 2 kali dalam sehari.

  

“Sebelum anak saya meninggal, dia dulu minjam modal untuk usahanya ke orang. Jadi sekarang saya yang harus membayar hutangnya dan merawat anaknya”, tambahnya.

Sudah 2 tahun Mbah Budiono tidak dapat pulang kampung karena tidak ada uang meski sangat ingin. Selain itu, Mbah juga ingin memiliki toko perabotan karena melihat belum adanya yang berjualan perabotan di daerah tempatnya tinggal.

Sahabat, mungkin kamulah jalan rezeki untuk Mbah Budiono mewujudkan mimpinya memiliki toko perabotan, membayar hutang almarhum anaknya, dan dapat menghidupi istri dan cucunya di kampung dengan lebih layak. Klik DONASI SEKARANG dan jangan lupa sebarkan kisah ini agar lebih banyak orang lain yang membantu.

 

Disclaimer: Dana yang terkumpul akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan Mbah Budiono dan pejuang nafkah lansia lainnya. Selain itu juga dipergunakan untuk program borong dan bagikan bagi para pedagang lansia yang berjualan di jalanan, serta untuk program pemenuhan warung kelontong/sembako untuk para pejuang keluarga dan penerima manfaat lainnya yang membutuhkan, di bawah naungan Program Yayasan Sinergi Kebaikan Ummat.